Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Pengantin Teroris

Diperbarui: 11 Maret 2017   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Mari berkaca diri, apakah Anda, teman Anda, anak Anda, atau orang-orang yang dekat Anda masuk ke dalam kriteria di atas?

Ingat! Bukan berarti orang-orang yang diluar golongan tersebut tidak bisa direktrut menjadi teroris. Atau sebaliknya, orang-orang yang masuk ke dalam tiga kriteria tersebut belum tentu teroris. Masih banyak faktor lain yang memengaruhi orang untuk menjadi teroris. Kendati demikian, tiga hal di atas lah yang menjadi pertimbangan kelompok teroris, khususnya salafi jihadis untuk merekrut mereka menjadi “pengantin”.

Mengapa anak usia 15-30?

Fakta berbicara, pada usia di atas (BNPT 2015) sekitar 80% dari 600 orang remaja—480 remaja usia 18-30 tahun—telah direkrut menjadi teroris dengan status “pengantin”. Mungkin 120 orang lainnya gagal untuk direkrut. Terlebih secara psikologis kebanyakan anak di usia ini ingin menjadi pusat perhatian. Terlepas dengan cara positif atau negatif. Jika orang tua tidak bisa menyalurkan keinginan anak dan kawanan teroris tahu bahwa anak tersebut berpotensi, bisa saja dijadikan “pengantin”.

Dalam disiplin Sosiologi, ….

Lantas salahkah menjadi seorang anti-sosial?

Tidak. Tetapi ada kalimat bijak mengatakan, “jika ingin tahu kepribadian seseorang, tanya temannya.” Pergaulan anak perlu dikontrol, jika lingkungan sosial mereka buruk, maka peran orang tua diperlukan. Kan malu jika ada tetangga nyeletuk “orang tua kok hanya mau buat, tapi tak mau bertanggung jawab, piye iki?”

Lalu apa hubungannya dengan penyendiri? Anak muda tipe ini lebih sudah di tebak. Jarang yang tahu ia bersosialisasi dengan apa dan siapa. Saja juga bukan psikolog, jadi saya tidak bisa mengatakan apakah kata introvert itu sederajat dengan penyendiri? Anda bisa menyimpulkannya sendiri.

Anak yang pendiam jarang bercerita tentang pengalamannya. Seberapa ser ia bertemu dengan si-perekrut; dengan cara apa ia berkomunikasi, sosial media? Bertemu langsung? Diam-diam tidak ada yang tahu. Anak yang pendiam menyimpan rahasia yang misterius.

Jika saya atheis, apakah saya teroris?

Tidak juga. Dalam kasus ini orang atheis juga bisa menjadi teroris apabila hanyut ke dalam tipu daya para salafi jihadis.

Kira-kira apa motivasi menjadi “pengatin”?

Jika anak muda pada usia ini, uang bukan motivasi utama karena masih banyak yang memiliki tanggungan hidup. Alasan menjadi mujahid abal-abal dalam hemat saya ada dua: (1) ideologi dan (2) cita-cita semu.

  1. Para anak muda yang pemahaman agamanya cetek, mudah untuk di cuci otak; otak mereka mudah di reset. Fakta, seorang anak muda (18) berhasil membuat Manchaster United tak mau singgah ke Indonesia karen meledakkan hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton. Para fans pun kecewa…


  1. Mereka tercebak cita-cita semu untuk mati syahid, lalu masuk surga, dan bercumbu dengan para bidadari. Bodong! Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya menjadi teroris.

Lalu cara mengatasinya bagaimana?

Banyak cara yang bisa dilakukan, berikut beberapa tips agar tidak jadi teroris, berikut di antaranya

  1. Perbanyak pergaulan positif. Jangan sering menyendiri, tetapi aktif mencari komunitas baru akan memberi banyak manfaat secara manifest ataupun laten.
  2. Mengaji sejak dini untuk memperteguh iman, tetapi mengaji sekarang tidak ada salahnya, yang penting tempat ngajinya bebas dari terorisme.
  3. Pilih bacaan, sekarang tidak sedikit teroris merekut para “pengantin” melalui internet. Penasaran untuk apa saja webnya? Tanya saja Mbah Google.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline