Setiap hati tak pernah luput dari setitik harapan. Wujudnya seringkali tersirat. Karena itu, manusia kerap terombang-ambing dengan segelumit rasa yang sedang merundung hatinya. Mungkin merasa takut untuk mengungkapkannya. Ataukah, merasa bingung kemana kata hatinya harus bermuara. Rasa cemas yang menelimuti dada seakan menutup harapan yang ada.
Banyak yang bilang, jangan terlalu menaruh harapan yang berlebihan. Namun tidak ada salahnya, untuk menjadi manusia yang memiliki hati penuh pengharapan. Sebab harapan bisa muncul karena apa saja. Bisa jadi dari kekecewaan, bisa juga dari kebahagiaan. Bukan masalah memaksakan keadaan.
Namun, harapan itu bisa jadi adalah sebuah tujuan. Maka, sebisa mungkin keberadaannya harus diwujudkan. Entah itu perasaan yang perlu diungkapan, ataukah janji yang perlu dipenuhi. Tiap orang akan berbeda, tiap orang akan punya harapannya masing-masing. Maka, lebih baik jika menghargai seseorang yang sudah berani percaya diri, karena mereka telah berhasil mengikuti apa kata hati.
Pada keadaan yang rumit, kata dan kata hati seringkali tak berirama. Kata bisa berupa apa saja. Kata bisa menjelma menjadi belati yang menusuk. Namun, bisa juga menjelma menjadi wangi bunga lili yang membuat hati berseri. Kata bisa menjadi anggur dan membuat siapa saja yang meminumnya menjadi terlena.
Sebaliknya, kata juga bisa menjadi racun bagi siapapun yang menelannya. Kata bisa saja meluluhkan seorang pecinta. Kata juga mampu mendobrak kecongkaan para orang dzalim. Kata bisa menyampaikan rindu. Kata bisa mengungkapkan perasaan. Kata itu amarah, kata itu juga kasih sayang.
Tak disadari, sejatinya sebuah do'a adalah alat paling sederhana untuk melegakan hati yang dahaga. Namun manusia seringkali mengabaikannya. Padahal tujuan do'a adalah sebagai pengantar agar harapan sampai melalui kata-kata. Maka suatu kerugian jika tak bisa mengungkapkan apapun dengan kata.
Karena diri sendirilah yang kadang terhalang oleh keraguan. Emosi yang menguasai jiwa menjadikan diri sebagai budak ketidakmampuan mengungkap kata. Menjadi buta dalam memaknainya, lalu menjadi bisu dalam mendefinisikannya. Maka merdekalah! manusia yang dapat memahami makna yang bijak dibalik sebuah kata. Paling tidak, melalui kata-kata, meskipun harapan belum bisa terwujud, namun akan tetap tersampaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H