Lihat ke Halaman Asli

Dynta Nabila Mahtristhasufi

Freelance Journalist

Abu Al-'Alaa' Al-Ma'arri, Penyair Buta dari Aleppo

Diperbarui: 15 Agustus 2021   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abu Al-'Alaa' Al-Ma'arri - resource: google image

Peradaban Islam Suriah telah melahirkan banyak sastrawan yang masyhur. Salah satunya adalah Al-Ma'arri. Sastrawan agung serta filsuf yang lahir pada masa abad ke-10 kejayaan Islam keamiran Aleppo, tepatnya era Sa'd al-Dawla Abu 'l-Ma'ali Sharif. Ditengah majunya ilmu pengetahuan dan peradaban di Suriah kala itu, Al-Ma'arri justru dihadapkan dengan keterbatasan. Ia harus menerima menjalani takdirnya sebagai penyandang disabilitas.

Al-Ma'arri, lengkapnya Abu Al-'Alaa' Ahmad ibn Abdu Allah al-Ma'arri. Lahir pada bulan Desember 973 M, di Maarrat al-Numn, dekat Aleppo, Suriah. Al-Ma'arri berasal dari keluarga terpandang di Suriah. Ayahnya merupakan seorang hakim, ibunya berasal dari bani Sabikah (keturunan terpandang di Aleppo). Saat usia 3 tahun, Al-Ma'arri terkena penyakit cacar yang menyebabkan pada kerusakan pada salah satu matanya.  Usia 6 tahun, Al-Ma'arri terkena cacar untuk kedua kalinya. Pada saat itulah kedua matanya harus mengalami kebutaan.

Sejak kecil Al-Ma'arri sudah dididik ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan berguru pada  para ulama' di Ma'arra. Al-Ma'arri juga merantau ke kota lain. Ia mengunjungi pusat kebudayaan seperti Antakiyah, Tripoli, dan Al-Ladzikiyah untuk mematangkan keilmuan dan belajar tentang kebudayaan [1]. Meskipun menyandang disabilitas, Al-Ma'arri berhasil dikenal sebagai penulis, penyair, serta filsuf yang masyhur karena keahlian orisinalitas karyanya dan visi pesimismenya [2].

Dalam hidupnya Al-Ma'arri sering mengalami kesulitan dan banyak perjuangan. Hal yang paling mempengaruhi pola pikirnya yaitu konflik kebencian yang didapatnya dari orang-orang sekitarnya. Faktor inilah yang membuat Al-Ma'arri meninggalkan duniawi dan lebih memilih menjadi seorang zahid. Setelah kembali dari Baghdad, Al-Ma'arri membuat keputusan untuk tinggal menyendiri di rumah. Dengan gigih, Al-Ma'arri mengabdikan dirinya untuk menulis dan ia tetap dalam uzlah sampai kematiannya [3].

Menurut Al-Ma'arri sebuah ketidaktahuan merupakan kekurangan terbesar. Sehingga dengan bekal kecintaannya pada ilmu pengetahuan itulah ia rela menghabiskan hidupnya untuk uzlah. Semasa uzlah, ia tidak hanya diam. Waktunya dimanfaatkan untuk bertafakkur dan berkarya. Dengan begitu, Al-Ma'arri dikenal sebagai seorang sastrawan dan juga filsuf zuhud yang bijaksana dalam menyampaikan gagasan melalui tulisan karyanya. Bahkan banyak penduduk Aleppo dan sekitarnya yang datang menemui Al-Ma'arri untuk meminta petuah serta ingin mendengarkan ceramahnya.

Adapun empat karya Al-Ma'arri yang telah dibukukan yakni berupa prosa dan antologi puisi.  Diantaranya yaitu Siqt Al-Zindi, Dharam Al-Siqt, Risalah Al-Ghufron, Luzum Ma Lam Yalzam [4]. Dalam karyanya,  Al-Ma'arri tidak hanya sekedar menulis dari aspek keindahan bahasa, namun juga mengandung aspek budaya islam, akhlak, politik, pendidikan, dan tasawuf.

Sumber:

  1. Dahlan, Juwairiyah. (2008). Abu Al-'Alaa' Al-Ma'arry dan Puisinya. Surabaya: Jauhar. Hal: 4.
  2. Luebering, J.E. (2021). Al-Ma'arri. Britain: Encyclopedia Britanica, Inc.
  3. Khanari, Ali. (2001). Source of the Culture of Abu Alaa Al-Maari (First Edition). Cairo-Egypt: The Cultural House for Publishing.
  4. Dahlan, Juwairiyah. (2008). Abu Al-'Alaa' Al-Ma'arry dan Puisinya. Surabaya: Jauhar. Hal: 59.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline