Syed Saddiq Syed Abdul Rahman atau yang lebih dikenal sebagai Syed Saddiq, merupakan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia. Ia dikenal sebagai salah satu loyalis dari Mahathir Mohamad, yang akhirnya juga dipecat dari kepengurusan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu). Syed Saddiq menolak untuk memberikan kedudukan kursinya, digunakan untuk menyokong pemerintahan yang dipimpin oleh Muhyiddin Yassin, bekas mentornya.
Sebagai bentuk perlawanan, kelompok loyalis Mahathir yang dipecat memutuskan untuk mendirikan partai baru. Partai yang kemudian diberi nama sebagai Partai Pejuang Tanah Air (Pejuang). Enam bekas anggota Bersatu termasuk Mahathir, didaulat sebagai founder dari Pejuang. Menariknya, dari keenam orang tersebut Syed Saddiq tidak termasuk di dalamnya.
Rupa - rupanya, Syed Saddiq memang menolak untuk ikut kembali dalam satu barisan dengan Mahathir dalam perjuangan politiknya.
Ya, Syed Saddiq diam - diam sedang mempersiapkan sebuah rencana baru yaitu mendirikan sebuah partai sendiri. Sebuah partai baru yang disebut - sebut akan merepresentasikan idealisme anak muda Malaysia. Selain itu partai baru ini juga akan berbasis pada perjuangan multi - ras, tidak seperti Partai Pejuang yang dikomandani oleh Mahathir. Jika memang terjadi, ini merupakan partai politik pertama di Malaysia yang mengkombinasikan perjuangan anak muda dengan basis kesetaraan ras.
Keputusan ini sendiri, nampaknya didasari oleh kekecewaan Syed Saddiq pada perkembangan politik terkini di Malaysia. Dia merasa bahwa, arah politik Malaysia masih dimonopoli oleh golongan - golongan tua. Memang, sudah menjadi rahasia umum bahwa Malaysia mengalami kemacetan dalam melakukan regenerasi politik. Hal yang sebenarnya, juga diakui oleh Mahathir yang kini masih aktif berpolitik di usia 95 tahun.
Dominasi yang dipegang oleh oleh kaum tua, menurut Syed Saddiq menutup ruang bagi suara - suara yang memperjuangkan kepentingan anak muda. Apalagi menurutnya, perilaku - perilaku golongan tua di sana juga sering memberi contoh buruk di dalam negara. Sebut saja misalnya perilaku lompat partai, yang salah satunya membuat pemerintahan Pakatan Harapan tumbang pada Februari 2020 lalu. Ini jelas memberikan preseden buruk bagi negeri dengan sistem demokrasi parlementer itu.
Tak hanya itu, beberapa oknum dari kalangan tua sering mengolok - olok pribadi dari seorang anggota parlemen yang masih muda. Mereka tak segan untuk melabel golongan muda dengan sebutan menghina seperti, "budak metah", "cucu", atau "pulanglah ke atok". Sebagai seorang mantan Menteri, Syed Saddiq juga menjadi korban stigmaisasi ini. Hal inilah juga yang membuat sebagian anak - anak muda di Malaysia merasa resah, karena suara mereka selalu diperlekehkan oleh para politisi lama.
Kemudian, memburuknya praktik politik ras di sana tampaknya juga melatar belakangi keputusan Syed Saddiq. Tumbangnya Pakatan Harapan pada 6 bulan yang lalu disebut - sebut juga diakibatkan hal ini. Tebaran kebencian kepada etnis tertentu di sana, membuat beberapa kelompok dari etnis mayoritas di sana terbakar amarahnya. Hasilnya, pemerintahan Pakatan Harapan pun bubar. Hal ini yang membuat Syed Saddiq nampaknya trauma, dengan politik perkauman yang makin menjadi - jadi di sana.
Dua ideologi perjuangan partai baru Syed Saddiq benar - benar sebuah keputusan yang amat berani. Hal ini mengingat di Malaysia, untuk pertama kalinya akan ada satu partai yang berani menyatakan pendiriannya pada anak muda. Selama ini, Malaysia sendiri cukup dikenal sebagai suatu negara yang mengekalkan "senior system" sebagai aturan tak tertulis di dalam politik. Rakyat Malaysia selama ini merasa aman apabila, mengamanahkan jabatan kepada mereka yang sudah berpengalaman.
Di samping itu, perjuangan berbasis partai multi - ras juga keputusan yang nekat. Di daerah pedesaan, perjuangan atas dasar multi - ras masih cukup sulit diterima. Konservatifnya masyarakat Melayu yang ada di daerah sana membuat hal itu terjadi. Lalu di Malaysia sendiri sudah ada dua partai yang memperjuangkan kesadaran berbangsa satu Malaysia.
Tentunya posisi yang diambil oleh Syed Saddiq dengan partai barunya akan membuat mereka berhadap - hadapan. Padahal, daerah pemilih yang menyokong perjuangan multi-rasialisme di sana terbatas pada wilayah perkotaan saja.