Lihat ke Halaman Asli

Kapal

Diperbarui: 25 Mei 2022   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku benci dengan diriku sendiri, membuang banyak waktu dengan kegiatan tidak jelas tanpa tujuan.
Seperkian detik kugunakan sia-sia, bersenang-senang tanpa tau kapan akan berakhir
"Belum sadar dia rupanya bahwa yang dia lakukan saat ini akan membawanya pada penyesalan, Dia akan rindu waktu yang telah Dia permainkan ini.Dasar pemuda malas, tidak tahu malu!"cemoohku pada diriku sendiri.

Akan ada banyak korban di balik semua ini, pastilah aku tahu siapa korbannya.
Jika bisa diibaratkan hidup itu seperti kapal di samudra lepas, dan hati adalah nahkoda yang sebenarnya.Karena kata pak ustadz, kata hati adalah pilihan yang paling benar.
Hati sudah mengingatkan bahwa jalan ini tidak baik, waktunya membuka layar kapal  untuk mencari jalan paling benar agar sampai pada pulau harapan.

Tetap saja aku bandel tidak mau mendengarkan, aku lebih memilih mengikuti badai dan gelombang kesenangan semata demi menghindari kehancuran awak dan badan kapal.
Tetap saja kuikuti jalan yang salah, mencari hiburan yang tiada berkesudahan.

"Kau nanti akan menyesal!!".
Aku tahu, aku ingin melawan semua ini, tapi mulai dari mana?memang malas adalah sebuah penyakit yang tidak tahu diri terus saja hinggap pada siapapun, tidak pandang bulu.

"Kau masih saja menyalahkan malas?
Wahhh ... sekarang terbukti bahwa kaulah yang paling bodoh!"
Aku tahu, bahwa cara paling ampuh untuk melenyapkan malas adalah memulai dari diri sendiri, tapi ...

"Kau kebanyakan TAPI!!"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline