Secara sederhana lahan adalah semua sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan baik di dalam, permukaan ataupun yang di atas permukaan suatu bidang geografis. Dalam bahasa sehari-hari biasanya masyarakat sering menyebutnya tanah, namun bagi seorang perencana tanah bukanlah sebutan untuk lahan. Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2009 Pasal 1 ayat(1) lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaanya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
Bagi seorang perencana lahan adalah suatu unsur yang sangat penting di kehidupan manusia baik dari segi ruang maupun sumber daya karena sebagian besar kehidupan manusia juga bergantung pada lahan. Selain itu lahan adalah acuan untuk membuat perencanaan tata guna lahan dan mengatur penggunaan lahan dalam upaya untuk menghindari konflik penggunaan lahan. Namun yang menjadi permasalahannya sekarang adalah banyak lahan yang tidak digunakan sebagimana fungsi peruntukkannya. Contohnya adalah lahan tidur. Lalu apa pengertian dari lahan tidur?
Menurut KBBI lahan tidur berasal dari kata lahan yaitu tanah terbuka, sedangkan arti dari lahan tidur sendiri adalah lahan terbuka yang tidak digunakan oleh pemiliknya secara ekonomis. Lahan tidur adalah lahan yang dibiarkan terbengkalai dan tidak difungsikan sebagaimana peruntukaannya. Lahan pertanian yang dibiarkan tanpa adanya usaha pemanfaatan juga bisa disebut lahan tidur. Lalu apa yang menyebabkan lahan tersebut menjadi lahan tidur?
Penyebab lahan tidur sendiri sangat bermacam-macam bisa dari segi fisik, sosial ataupun budaya. Dari segi fisik suatu lahan bisa menjadi lahan tidur salah satunya disebabkan oleh kondisi tanah yang semakin kritis dimana lahan lahan tersebut sudah tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal karena tidak memiliki unsur kimiawi yang bagus untuk tanaman, sehingga para petani lebih baik membiarkan tanah tersebut terbengkalai atau bahkan menunggu orang yang mau membeli tanah tersebut. Faktor sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi terjadinya lahan tidur dimana persepsi masyarakat yang menganggap pertanian bukalah suatu mata pencaharian yang menguntungkan, mereka akan beralih mencari pekerjaan lain yang memiliki penghasilan yang lebih menguntungkan.
Selain dua faktor tersebut ada satu lagi faktor yang sangat mempengaruhi lahan tidur yaitu budaya masyarakat Indonesia yang sangat percaya dengan adanya hal-hal mistis yang berkaitan dengan makhluk halus yang menghuni lahan tersebut. Contohnya di tempat saya yaitu di Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur ada lahan tidur yang mana sudah bertahun-tahun dibiarkan terbengkalai begitu saja oleh pemiliknya.
Konon katanya lahan tersebut sangat berbau mistis karena dulunya pernah ada orang yang meninggal karena kejatuhan pohon tepat di lahan tersebut. Dan sampai sekarang pun tidak ada yang mau membeli tanah tersebut karena masyarakat percaya bahwa jika ada yang mengelola lahan tersebut akan diganggu oleh penunggunya.
Sebenarnya lahan tidur bisa dimanfaatkan namun perlu penanganan yang khusus. Contohnya ada di Kalimantan, disana sangat banyak lahan tidur yang dimanfaatkan untuk menanam tumbuhan kayu yang dimana kayu ini hanya membutuhkan sedikit nutrisi dibanding untuk tumbuh dan pertumbuhannya pun juga lambat. Namun dengan pertumbuhannya yang lambat juga bisa dimanfaatkan untuk investasi masa depan. Sehingga lahan tidur ini bisa dimanfaatkan dan tidak dibiarkan begitu saja.
Biomarfaka merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal atau kata lainya adalah "jamu". Karakteristik dari tanaman biomarfaka ini adalah mudah ditanam pada lahan kering. Contohnya adalah jahe, jahe adalah tanaman yang dapat dibudidayakan dengan mudah dan dapat dipanen dalam waktu yang cukup singkat yaitu 8-12 bulan. Dalam proses penanaman jahe ini hanya memerlukan sedikit air yaitu pada kondisi saat masih muda saja selebihnya tanaman jahe sangat banyak memerlukan cahaya matahari langsung.
Dalam pemanenan jahe dapat dilakukan saat musim kemarau atau musim penghujan, namun pemanenan yang baik bisa dilakukan saat musim kemarau karena disaat musim penghujan dapat menyebabkan rimpangnya membusuk karena pada musim hujan kualitas rimpang akan menurun sehubungan dengan tingginya kadar air pada rimpang tanaman jahe itu sendiri.
Budidaya tanaman rimpang sangatlah menguntungkan serta dapat meningkatkan kesejahteraan para petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Dicky Setiawan, dkk (2015) dalam sebuah jurnal politik dan pemerintahan.
Menurut Dicky Setiawan, dkk (2015) " Membudidayakan tanaman biofarmaka dapat membantu kesejahteraan para petani itu sendiri, hal ini dibuktikan dengan, adanya perkembangan industri berbahan baku tanaman obat dalam 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan omzet produksinya selama kurun waktu tersebut meningkat sebesar 2,5 -- 30%/tahun. Pada tahun 2000 nilai perdagangan tanaman obat di Indonesia mencapai Rp.1,5 trilyun rupiah setara dengan US $ 150 juta, masih jauh di bawah nilai perdagangan herbal dunia yang mencapai US $ 20 milyar; US $ 8 milyar dikuasai oleh produk herbal dari China"