Lihat ke Halaman Asli

Mampir di Republik Telo

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa kali menempuh perjalanan Surabaya - Malang, membuat saya sedikit hapal jalur-jalur yang akan kami lalui. Meninggalkan kantor di kawasan Ruko Tidar sekitar pukul 4 sore bersama Ana, Nia dan Pak Bagus. Aku jatuh tertidur di awal perjalanan. Percakapan hanya didominasi oleh Nia dan Pak Bagus yang duduk di depan. Aku terbangun setelah melewati tol Porong.

Kupikir Ana pendiam. Tetapi setelah bercerita tentang pengalaman kerjanya di pedalaman Papua sebagai kepala klinik pelayanan, dia menjadi sangat cerewet. Ceritanya menghadapi penduduk asli Papua sangat menyeramkan, namun banyak juga lucunya.

Setahun lalu aku melewati jalur ini bersama beberapa tim yang berbeda. Pabrik tekstil itu masih tegak berdiri. Pandaan, kota kecil penghasil air mineral kemasan. Beberapa pabrik air mineral kemasan ada di sini, Aqua, Club, Cheers.... Air tanah yang berasal dari pegunungan sekitarnya sangat bagus di sini. Ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa pabrik tekstil berdiri di sini. Secara alami pabrik tekstil membutuhkan air bersih yang sangat banyak. Di Pandaan air bersih melimpah. Sungai-sungai alami dari pegunungan memiliki kualitas yang setara dengan Aqua dan gratis.

Kami baru saja melewati Masjid Muhamad Ceng Ho yang berada di sisi kanan jalan.

"Aku pernah sholat Ashar di situ," kataku spontan tak dapat menyembuyikan kegembiraanku lagi menyaksikan bangunan masjid itu. Arsitektur masjid yang seperti kuil dan berwarna merah, sangat mencolok. Bangunannya cukup megah diantara rumah-rumah penduduk dan deretan toko yang berada di tepi jalan. Halamannya pun cukup luas dan nyaman untuk tempat beristirahat.

Aku menolak tawaran Pak Bagus untuk mampir di sana. Masih jauh dari waktu maghrib. Kami memutuskan untyk beristirahat di Republik Telo yang sekarang sudah memiliki tempat di sisi kiri jalan.

Aku mengagumi mushola kecil di sudut halaman Republik Telo. Dindingnya hanyalah susunan rapi batu bata yang dibiarkan terexpose. Kusen kayu ukirnya juga sederhana, namu jelas terlihat terbuat dari material yang berkualitas.

Republik Telo baru berseberangan dengan Republik Telo lama, menempati lahan yang cukup luas. Dengan kamarmandi yang bersih, tempat makan yang luas dan terbuka, banyak pilihan menu makanan siap saji dan tentu saja aneka oleh-oleh khas malang trutama terbuat dari telo ungu.... memanjakan pengunjung yang lelah dalam perjalanan.

Kami berempat memesan Rawon dan Batagor di sana. Sayang kalau soal rasa memang kurang memuaskan. Yang menarik, di tengah ruang pusat menjual oleh-oleh, diparkir VW tua berwarna ungu dengan nomor polisi "T3LO", keren! Sayangnya etalase di sini banyak yang kosong. Mungkin karena musim liburan belum tiba. Menurut Nia yang dua bulan lalu berkunjung ke sini, etalasenya tidak sekosong ini. Atau mungkin memang belum panen telonya, hehehe...

Tiba di Hotel Satika pukul 19.10. Bersih, minimalis, sarapannya enak dan bervariasi, menjadi alasanku untuk memilih hotel ini sebagai tempat menginap. Dan aku selalu suka dengan welcome drink-nya, wedang jahe hangat dalam cangkir kecil. Sayangnya koneksi internel di hotel ini lambat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline