Kalau hanya bicara
Hanya dalam kata-kata
Teruntai pantulkan pesona
Siapapun bisa
Apalagi 'tlah terbiasa
Hanya duduk di belakang meja
Berlanjut berdiri dari podium ke podium
Dari mimbar ke mimbar
Ataupun dari ruang kelas ke ruang kelas
Berwicara menggelinding nyaris tanpa bising
Siapapun jadi takjub terkesima
Namun, ketika ditatapkan pada fakta realita
Ternyata kosong melompong, tiada wujud tiada tepi
Sang kebanyakan pun sempat terbuai
Dalam kungkungan mimpi dan pengharapan palsu
Terbius karena buta tuli mata telinga
Yang tak pernah disentuh oleh secercah cahaya
Terdiamkan dan terpedaya
Pilihlah saya!
Ya, apa yang bisa kau penuhi bagi kami?
Keadilan dan kemakmuranlah!
Koq, sedari dulu kami masih seperti ini?
Ya, sebab dulu bukan saya!
Retorika bersilat lidah pun dimaikannya
Demi hasrat yang tak ingin terbendung dan membabi buta
Akan sebuah kekuasaan yang harus digenggam
Sementara, sang kebanyakan tak berdaya
Dengan sorot mata kepasrahan, tak kuasa harus bagaimana ....
*****
Kota Malang, Desember di hari kelima belas, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H