Ketika kita dihadapkan pada 'pilihan hidup' menurut ketentuan Tuhan Sang Maha Pencipta dan Maha Segala-galanya, dalam perjalanannya, sampailah pada satu ruang 'kegelisahan' begitu kita mendapatkan gambaran cita-cita hidup menurut maunya Tuhan.
Kegelisahan itu adalah manusiawi dan bukan tanpa sebab ataupun tanpa alasan. Artinya, mampukah dan sampaikah kita pada harapan tujuan hidup yang telah kita pilih ini pada suatu perwujudan dalam pembangunannya?
Sebut saja, perwujudan 'kawasan tatanan seimbang' menurut ketentuan Tuhan, yakni 'tatanan sistem kehidupan seimbang'.
Jangan-jangan, kita tidak bisa berangkat menuju ke sana!
Sebuah bentuk kegelisan di antara kita, masing-masing dari pribadi kita ...
Namun, dan yang patut disadari adalah bahwa kita masih dan sedang berproses. Sementara, yang namanya proses harus ada progres sebagai indikator bahwa kita masih dan sedang bergerak, tidak mandek dan berangan-angan belaka.
Lantas, harus bagaimana kita saat ini?
Sebab, kendala internal yang tak boleh diabaikan begitu saja, yang cukup rumit juga sebagai penghambat kita menuju 'keseimbangan hidup', benar-benar telah dirasakan dan telah dialami oleh masing-masing di antara kita. Belum lagi, faktor eksternal dari luar komunitas kita, dimana kita telah menyatakan diri sebagai 'penegak tatanan seimbang'.
Oleh karenanya, kata kuncinya adalah "sinkronisasi" dengan menumbuhkembangkan spirit yang sama secara kolektif, dari masing-masing pribadi guna mendulang energi luar biasa dalam proses pembangunan 'tatanan kehidupan seimbang'.
Berikutnya, singkirkan 'kerak-kerak dogmatis' di alam pikiran kita, otak kita. Otak kiri sudah saatnya lebih ditonjolkan dalam menangkap isyarat dan kejadian di alam nyata, agar segala keputusan dan sikap yang kita ambil adalah dalam koridor logis, rasional, dan ilmiah. Bukan malah mengunci di otak kanan yang cenderung pada perasaan terhadap suatu dogma.