"Pangan itu hidup matinya suatu bangsa, dan petani adalah tulang punggung utama Indonesia, sehingga sebenarnya petani itu soko guru bangsa" (Ir. Soekarno, 27 April 1952, pidato di Institut Pertanian Bogor (IPB)).
Sebuah ungkapan yang visioner dan fundamental dari seorang Soekarno yang mengawali memimpin negeri ini, di awal pertumbuhan Indonesia Nusantara sebagai bangsa dan negara merdeka, 7 tahun pasca kemerdekaan NKRI.
Akan tetapi, visioner dan fundamental itu akan menjadi tanpa makna ketika dalam perjalanan di tataran praktis, yakni dalam rangka menjaga dan memelihara kelangsungan eksistensi suatu bangsa/negara agar tidak kembang-kempis, bahkan menjadi hidup segan mati tak mau, apabila ungkapan filosofis tentang nation building itu tak diimplemantasikan ke dalam tindak nyata secara konsisten.
Artinya, dalam pembangunan suatu bangsa merdeka untuk menjadi kokoh-tegak berdiri, apa yang seharusnya diskalaprioritaskan berdasarkan potensi yang dimiliki sebagai karunia dari Tuhan berupa SDA yang begitu luar biasa, tanah yang subur kang sarwa tinandur, sehingga dikenal oleh dunia sebagai "Negara Agraris", maka pondasi ekonomi yang pararel dengan "pangan adalah mati hidupnya suatu bangsa dan petani adalah tulang punggung utama Indonesia" wajib menjadi perhatian utama yang serius. Disadarikah semua itu oleh siapapun yang berkesempatan menjadi pemimpin pengemban amanah bangsa di negeri ini?
Tujuh puluh delapan tahun sudah usia kemerdekaan negeri ini, dan saat ini, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di penghujung masa jabatannya di periode ke-2, apa yang telah dilakukan selama 2 periode menjabat?
Adakah pararelisasi tentang pondasi ekonomi, "pangan adalah mati hidupnya suatu bangsa dan petani adalah tulang punggung utama Indonesia", sehingga konsekuensi sebagai negara agraris yang pondasi ekonominya sudah seharusnya bertumpu pada basis pertanian, utamanya sebagai penyedia pangan produktif yang akan memperkokoh terhadap ketahanan pangan, benar-benar lebih diprioritaskan di setiap program pembangunan negeri ini?
Ingat, pondasi ekonomi indonesia sebagai negara agraris adalah negara yang seharusnya perekonomiannya bergantung atau ditopang oleh sektor pertanian, dan hal itu sudah seharusnya lebih nampak menonjol.
Oleh karenanya, sektor pertanian ini wajib sebagai titik berat dan utama dalam program pembangunan yang dijalankan di negeri ini. Sehingga wajah sosial-ekonomi bangsa Indonesia akan memancarkan kehidupan sosial-ekonomi mandiri, berdikari, dan berswasembada pangan yang selanjutnya memperkokoh ketahanan pangan sebagai bagian fundamental bagi tatanan sosial-ekonomi maupun politik suatu bangsa. Itulah konsekuensinya sebagai negara agraris yang pararel dengan "pangan adalah mati hidupnya suatu bangsa dan petani adalah tulang punggung utama Indonesia".
Adakah yang demikian itu tergambar di sepanjang kepemimpinan Presiden Jokowi selama dua periode di setiap kebijakan dan program pembangunan yang dijalankan bersama kabinetnya?
Pembangunan Infrastrukur yang Gencar, Pembangunan Pertanian yang Terlantar
"Pemerintah akan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur tersebut akan menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, serta mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat." Kata Presiden Jokowi saat pidato di awal masa jabatan periode kedua (2019-2024), usai dilantik di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2019.