Pendidikan yang dimaknai sebagai penguasaan konsep dan berusaha sekuat tenaga tentang konsep yang hendak dikuasai dengan melewati kesukaran dan bahaya (juang), dan gerak yang dimaknai dalam praktik, adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisah menjadi tahapan yang berbeda.
Belajar teori atau konsep dulu hingga tuntas, kemudian baru berjuang dalam praktik pelaksanaan, adalah pemahaman yang keliru, sebagai kesalahan yang umum sekali sehingga orang tak merasakan sebagai kesalahan.
Sebab, teori atau konsep baru bisa disebut tuntas, bila telah terwujud dalam kenyataan praktis. Dengan kata lain, samakah atau sudah padukah antara konsepsi sebagai rancangan yang telah ada dalam pikiran dengan praktik dalam uji lapangnya? Jikalau sama, padu, maka itulah ilmu yang tuntas dan memenuhi syarat keilmuan, dan ilmiah.
Sebaliknya, bila tidak, maka tak perlu ragu atau segan untuk menyatakan sebagai "hanya teori atau konsepsi belaka"! Begitulah, dalam suatu proses di ranah pendidikan dengan segala orientasi yang hendak dicapai, manakala bertalian dengan ilmu yang wajib ilmiah sebagai sifat dari ilmu itu sendiri.
Bukan hanya berkutat dalam untaian narasi-narasi penjabaran dari konsepsi atau teori belaka, tanpa dukungan data dan fakta sebagai pembuktian dalam kenyataan.
Kesadaran adalah identik dengan keinsafan, suatu keadaan mengerti atas hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Apakah itu tentang kesadaran diri, hukum, kelamin, kelas, lingkungan, politik, ras, seks, sosial, maupun kesadaran tubuh.
Oleh karenanya, suatu proses pendidikan dengan segala orientasi yang hendak dicapai, yang bersangkut paut dengan ilmu dalam sistem yang serba logis, sudah sepatutnya akan mewujud ke dalam kenyataan sosial budaya dan peradaban manusia sebagai bukti dari klopnya, harmonisnya, antara teori atau konsepsi dengan kenyataan praktisnya.
Bukan hanya pada batas di awang-awang belaka, apalagi hanya melahirkan mitos-mitos yang tak pernah menjelma ke dalam wujud nyata yang objektif ilmiah.
Dan, kenyataan praktis adalah suatu fakta, hal yang nyata, yang benar-benar ada sebagai bukti yang tak terbantahkan di segenap aspek hidup dan kehidupan manusia, apapun wujudnya, dalam mengukur apakah teori atau konsepsi yang digeluti manusia sepanjang sejarah, telah terbukti dalam kenyataannya?
Karenanya, jangan-jangan hanya berkutat pada batas narasi-narasi maupun rumusan teori dengan memainkan istilah-istilah yang sangat sophisticated, sementara, khalayak umum yang butuh pemahaman dan pengertian yang sederhana dan simpel, tak tersentuh sama sekali kesadaran akan maknanya ...
Konsepsi, teori, atau ajaran yang ilmiah, itu wajib dengan bahasa yang simpel nan sederhana agar dapat dipahami dan dimengerti oleh bahasa manusia seumumnya. Tak perlu dengan cara dan bahasa yang eksklusif dalam kemasannya, karena esensinya adalah bagaimana dapat menyentuh kesadaran manusia seumumnya. Pun demikian sebenarnya, bahwa konsepsi atau ajaran Tuhan yang universal yang sarat dengan prinsip dan nilai keseimbangan, adalah simpel nan sederhana bagi manusia seumumnya, tanpa ada pengecualian sama sekali. Tak peduli pada suku apa, agama apa, ras apa dan golongan apa sebagai manusia universal ciptaan Tuhan. Kesemuanya adalah sama, All men are created equal ...