Kewartawanan atau jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Kewartawanan dapat dikatakan sebagai coretan pertama dalam sejarah. Meskipun berita sering kali ditulis dalam batas waktu terakhir, namun biasanya disunting terlebih dulu sebelum ditayangkan. Aktivitas kewartawanan tentu tak lepas dari pelaku di ranah tersebut. Mereka sering disebut sebagai pewarta, wartawan, atau jurnalis.
Seorang wartawan sering kali menjadi saksi dalam setiap peristiwa yang memiliki nilai-nilai berita. Tak jarang mereka harus berinteraksi dengan sumber yang kadang kala melibatkan konfidensialitas (sebuah status atau keadaan dimana hal-hal tertentu menjadi tertutup bagi pihak-pihak yang tidak seharusnya memiliki akses dan meliputi semua hal yang bersifat lisan maupun tulisan mengenai suatu hal yang terjadi sebelum ataupun yang direncanakan).
Para jurnalis ini umumnya bekerja pada sebuah industri yang disebut media. Dimana media mengandung arti sebagai wadah penyalur antara pihak pertama dan ketiga.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, media berarti jembatan antara pemerintah dan rakyatnya. Oleh sebab itu, setiap pelaku media harus memiliki independensi dan memihak hanya pada kebenaran berdasarkan fakta. Pertanyaannya, seberapa konsistenkah para jurnalis dalam menegakkan prinsip jurnalistik, yakni independensi dan memihak hanya pada kebenaran berdasarkan fakta?
Aktivitas utama di ranah kewartawanan, khususnya bagi setiap wartawan adalah meliput, mengolah, dan menyajikan sebuah informasi dalam bentuk berita kepada publik. Secara lebih sederhana, pewarta dapat juga dikatakan sebagai orang yang melaporkan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana peristiwa itu terjadi.
Dengan kata lain, mereka berpegang pada berita yang berdasarkan konsep 5W+1H (What, Who, Where, When, Where dan How). Namun di kondisi saat ini, dunia kewartawanan semakin kompleks karena setiap pelaku media bersaing atau berkompetisi untuk mendapatkan informasi yang cepat dan akurat. Mereka umumnya tergabung dalam sejumlah media, antara lain: koran, televisi, radio, majalah dan digital media yang tengah dikembangkan dewasa ini.
Tugas pokok jurnalisme adalah: menyampaikan kebenaran, memiliki loyalitas kepada masyarakat, memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi, memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya, memiliki kemampuan untuk memantau kekuasaan, menjadi forum bagi kritik dan kesepakatan publik, menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik, membuat berita secara komprehesif dan proporsional, memberi keleluasaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka.
Pertanyaan yang patut dan layak diajukan sehubungan dengan prinsip jurnalistik bagi jurnalis adalah, seberapa konsistenkah para jurnalis ketika terikat oleh media industrial dalam memgemban tugasnya? Apakah mampu menghindari intervensi politik kekuasaan, tak terkecuali terhadap kekuasaan media yang mewadahi dan yang menghidupinya?
Apalagi ketika sebuah media yang telah berlabelkan industri dan serba kapitalistik ini, maka prinsip ekonomi kapitalis dengan adagium yang populer, yakni bagaimana berusaha dengan modal sekecil-kecilnya guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga celah mengorbankan prinsip jurnalistik dalam upaya penegakannya, bukan tidak mungkin menjadi goyah seiring dengan keterikatannya terhadap perusahaan media yang sudah mengindustrial.
Fakta realita fenomenal yang bisa dikonfrontrir terhadap jurnalisme dengan prinsip jurnalistiknya adalah manakala negeri ini dihantam badai isu Pandemi Covid-19 yang super heboh dan menghebohkan serta maha dahsyat yang sekarang sudah berlalu dalam rentang waktu 2 tahun itu, maka siapakah yang paling berandil besar dalam menghebohdahsyatkan isu Pandemi dimaksud di negeri ini yang walaupun sudah mendunia kehebohdahsyatannya itu?