Lihat ke Halaman Asli

Ketetapan Hati, Keras Kepala, Bukanlah Kepala Batu

Diperbarui: 27 Agustus 2022   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: ayojakarta.com

Adalah soal keyakinan, meski tak boleh berlebihan, wajib pas bandrol. Keteguhan hati, kemantapan, kemauan, ketegaran, keuletan pada sebuah prinsip hidup yang dicitakan dan diharapkan sebagai pemenuhan terhadap maunya Tuhan Semesta Alam yang penuh dengan nilai prinsip keseimbangan nan universal dalam Ajaran-Nya sebagaimana yang tertoreh di sepanjang sejarah budaya dan peradaban manusia, melalui patron kehidupan umat manusia, yakni para nabi atau rasul, serta para hamba Tuhan dan para pejuang keseimbangan hidup dari Adam hingga Muhammad, harus digenggam penuh sebagai sebuah ketetapan hati. 

Ketetapan hati atas prinsip hidup, harus dijaga dan dipelihara konsistensinya dalam situasi dan kondisi apapun dan yang bagaimanapun. Sebab, bisikan iblis akan selalu berhembus di setiap celah dan ruang kehidupan dari segala arah dalam upaya mempengaruhi manusia untuk diajak berkolaborasi dengan dirinya, yakni berbuat keburukan dalam merusak sistem kehidupan yang telah dirancang bangun menurut prinsip keseimbangan nan universal dari Ajaran Tuhan Semesta Alam. 

Jikalau telah merasa dan meyakini mau menjadi hamba Tuhan tanpa reserve, maka kebulatan hati harus ditetapkan dan ditindaklanjuti dengan upaya perjuangan dalam mencapai tujuan cita hidup seimbang menurut Ajaran Tuhan Semesta Alam. 

Setelah melewati proses pembelajaran dan pengkajian tentang apa makna hidup seimbang menurut Ajaran Tuhan Semesta Alam, maka tahap berikutnya, yakni melatih diri harus juga dilakukan dan memang harus dimulai dari diri sendiri terlebih dulu, sebelum melangkah menuju keseimbangan hidup keluarga. 

Apalagi, di tengah-tengah wujud ketimpangan hidup yang melanda lingkungan yang lebih luas daripada keluarga, maka tantangan berat jelas nampak menghadang, kesulitan menjalankan hidup seimbang di lingkungan keluarga pun harus disadari dan bakal ditemui. Namun konsistensi dan ketetapan hatilah yang menjadi kata kunci dalam sebuah kamus perjuangan menuju hidup ideal, hidup seimbang. 

Pahit getir harus dipersiapkan untuk dihadapi manakala menemui bujuk rayu yang menggelitik menggiurkan, berhembus bersama bius yang mencoba meluluhlantakkan konsistensi atas sebuah ketetapan hati terhadap prinsip hidup menurut Ajaran Tuhan yang telah dkomitmenkan dan dicanangkan di internal pribadi dan keluarga. 

Tak peduli dengan bullying ataupun celoteh dari luar sebagai bagian dari dimensi setan, iblis, dan yang sebangsanya yang jelas akan selalu mengusik dan mengganggu langkah perjuangan yang sedang kita jalankan. Itu harus disadari dengan sepenuh-penuh penanggapan. 

"Anda termasuk keras kepala, ya?" kata seseorang kepada saya suatu ketika. 

"Ya, saya memang keras kepala. Keras kepala terhadap prinsip hidup yang telah saya yakini tanpa berlebihan, proporsional, seimbang nan universal," jawab saya menandaskan. "Apa perlunya saya menyiksa seekor kucing, hanya gara-gara telah mengembat lauk dari meja makan persediaan makan keluarga di rumah. Apa untungnya bagi saya?" Lalu saya tandaskan lagi, "Apakah belum cukup dengan cara menghalaunya agar tak terus sampai menghabiskan, hanya dengan memainkan penebah lidiatau memainkan percikan air agar sang kucing itu segera hengkang?

"Sang istri apa tak dongkol dan marah karena jerih payahnya memasak buat keluarga?" tanya seseorang tadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline