Lihat ke Halaman Asli

Manunggaling Kawula lan Gusti

Diperbarui: 16 Agustus 2022   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mengalir begitu saja saya menulis dalam catatan harian kali ini. Bukan karena apa. Hanya karena di kala menyambut fajar tiba, Agustus di hari keenam belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua, rasa ngantuk belum hinggap jua pada diri ini, sejak memasuki malam, maghrib, yang dalam penanggalan masih menunjukkan, 15.08.2022. 

Mulai dari membaca apa saja yang bisa dibaca, lalu menulis apa saja yang bisa kutulis, menuangkan esensi yang kuperoleh saripati apa yang telah kubaca dan kupahami dari setiap referensi yang ada, multidimensional dan universal.

Menginjak fajar tiba, tersembul istilah yang pernah melintas dibenakku, terngiang dan bergayut di alam pikiranku, yakni terhadap rangkaian kata kosa kata bahasa Jawa, 'Manunggaling Kawula lan Gusti'

Secara simpel nan sederhana, sah-sah saja bila rangkaian kata dalam bahasa Jawa dimaksud dimaknai sebagai 'Bersatunya jasad manusia dengan jasad Tuhannya', yang boleh jadi dengan harapan akan terjadi harmonisasi antara manusia pada umumnya dalam berhubungan dengan Tuhannya di segenap kehidupannya. 

Mungkin saja begitu harapan manusia seumumnya, agar mendapatkan berkah, restu, karunia, keselamatan, dan terhindar dari celaka dalam menjalani hidup. 

Sebab selalu ingat dan waspada akan petunjuk dari Tuhan Semesta Alam. Entah melalui hasil pengamatan dan perenungan terhadap isyarat dari fenomena alam, atau pada kejadian-kejadian yang menimpa manusia seumumnya yang bisa dijadikan sebagai refleksi atau 'kaca benggala'.

Bagi saya pribadi, baik sebagai mahluk individu maupun sosial, memaknai rangkaian kata 'Manunggaling Kawula lan Gusti', lebih cenderung kepada sudut pandang sosial budaya daripada an sich dalam pengertian fisik materi pasti alam. 

Sebab, mungkinkah jasad manusia sebagai mahluk bisa menjadi satu atau menyatu dengan jasad Tuhan yang menciptakannya? Sebuah tanya yang harus dijawab secara detil dan gamblang agar tak terjadi mispersepsi atau kelirumologi pemahaman dan pengertian. 

Itu saja sebenarnya, common sense saja, menurut akal sehat, akal budi, nalar wajar, atau nalar seumumnya tentang penilaian yang masuk akal dan praktis tentang masalah sehari-hari, juga kemampuan dasar untuk memahami dan menilai dengan cara yang umum dimiliki oleh hampir semua orang.  Begitulah, simpel dan seumumnya ... 

Sehingga, bagi saya, Manunggaling Kawula lan Gusti, adalah padunya maunya manusia dengan maunya Tuhan Semesta Alam melalui ajaran-Nya, yang nampak di seluruh aspek hidup manusia, dari pikiran, ucapan dan perbuatan sebagai pandangan dan sikap hidup manusia dalam menjalani hidup, dan bermuara pada harmonisasi kehidupan.

Harmonisasi kehidupan antara manusia dengan alam semesta, dan harmonisasi manusia dengan Tuhannya di realitas yang nyata, bukan semu, samar-samar, atau fatamorgana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline