Lihat ke Halaman Asli

Dyah R

"Bagian terbaik dari kehidupan adalah bagian yang kita syukuri."

Chefnomist

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sore-sore makan kue sambil minum teh hangat..ditemani musik dan buku.. Rasanya cozy banget.

Iseng-iseng pikiran ini melayang..

Ternyata ekonom itu mirip-mirip ya dengan chef?

Chef

Menentukan kebutuhan (ingin masak apa?)

Mengecek kelengkapan bahan yang ada (apa cukup atau ada yang kurang untuk membuat masakan yang diinginkan?)

Meracik berbagai bahan dan bumbu sesuai takaran sehingga menghasilkan masakan yang lezat di lidah dan bermanfaat juga bagi tubuh.

Ekonom

Menentukan kebutuhan perekonomian negara (Berapa persen pertumbuhan yang ingin dicapai? Berapa banyak pengangguran dan persoalan kemiskinan yang ditargetkan diatasi? Etc)

Mengecek kelengkapan infrastruktur, suprastruktur, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.

Membuat kebijakan, peraturan-peraturan terkait sesuai kebutuhan, berdasarkan takaran, agar tujuan dapat tercapai.

Secara sederhana tampak ada persamaan antara chef dan ekonom.

Tapi ternyata ada perbedaannya juga.

Chef seminim apapun kemampuannya.. yang namanya chef sudah tentu ahli mengolah makanan menjadi masakan yang lezat.

Masakannya disukai sebagian besar orang-orang. Entah orang itu lapar atau tidak.

Sedangkan ekonom..tidak semua kebijakan yang dihasilkannya benar-benar “lezat” dan bermanfaat untuk semua pihak. Tetap saja ada yang dirugikan dari sebuah kebijakan yang diterapkan,entah itu banyak ataupun sedikit.

Coba lihat ekonom masa kini… Mereka sudah tampak seperti Farah Quinn.

Memasak dengan kombinasi bahan tradisional dengan cara memasak yang praktis, modern, dan ala barat. Hasilnya adalah masakan yang tampak sederhana cara membuatnya, dan tetap lezat rasanya.

Sama juga kan seperti beberapa ekonom masa kini?

Mengombinasikan permasalahan-permasalahan konvensional negara agraris dengan menggunakan teori-teori modern yang diterapkan di negara lain yang jauh lebih maju sebagai solusinya. Tapi bedanya..untuk yang ini..rasanya nggak selezat masakan ala chef Farah Quinn.

-*-

Makassar, 23 April 2011.

Just another "ngawur" note. :D

NB: bingung mau dimasukkan ke kolom apa? Soalnya nggak ada kolom ilmu ekonomi. Hehheee..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline