Lihat ke Halaman Asli

Hukum Gharar dalam Transaksi Ekonomi

Diperbarui: 6 Maret 2018   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gharar dalam Bahasa Arab yaitu al-jahalah (ketidakjelasan) atau bisa juga disebut dengan majhul al-aqibah(tidak jelas hasilnya). Secara istilah fiqh gharar adalah hak ketidaktahuan terhadap akibat suatu perkara, kejadian/peristiwa dalam transaksi perdagangan atau jual beli, atau ketidakjelasan antara baik dan buruknya. Pengertian gharar secara umum dapat disimpulkan yaitu semua bentuk jual beli yang didalamnya mengandung unsur-unsur ketidakjelasan. Dari semuanya menghasilkan yang tidak pasti terhadap hak dan kewajiban dalam suatu transaksi/jual beli.

Gharar dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

  1. Jual beli barang yang belum ada (ma'dum).

Tidak/belum adanya obyek pada saat melakukan akad. Misalnya yaitu menjual janin pada saat masih dikandungan hewan tanpa bermaksud untuk menjual induknya. Atau menjual janin dari janin bintang yang belum lahir dari induknya (habal al-habalah),kecuali dengan cara ditimbang atau setelah anak binatang tersebut lahir.

  1. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul).

Menjual sesuatu yang belum berada dibawah penguasaan penjual. Apabila suatu barang belum diserahterimakan pada saat jual beli, maka barang tersebut tidak dapat dijual lagi kepada orang lain.

Tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual. Misalnya yaitu larangan untuk menjual benang wol yang masih berupa bulu yang melekat pada tubuh binatang dan juga keju yang masih berupa susu.

Tidak ada kepastian tentang waktu penyerahan obyek akad. Jual beli yang dilakukan dengan tidak menyerahkan secara langsung barang sebagai obyek akad. Misalnya yaitu jual beli dengan menyerahkan barang setelah kematian seseorang. Jual beli seperti ini tidak diketahui secara pasti kapan barang tersebut akan diserahterimakan.

Tidak adanya kepastian obyek akad. Yaitu dengan adanya dua obyek akad yang berbeda didalam satu transaksi. Misalnya yaitu dalam suatu transaksi terdapat dua barang yang berbeda kriteria dan kualitasnya, kemudian ditawarkan tanpa menyebutkan barang yang mana yang akan dijual sebagai obyek.

Kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi. Misalnya yaitu transaksi/jual beli motor dalam kondisi yang rusak.

  1. Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan

Tidak adanya kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk ghara yang terbesar larangannya.

Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar. Misalnya yaitu penjual berkata : "saya jual emas kepada anda dengan harga yang berlaku pada hari ini".

Tidak adanya ketegasan dalam bentuk transaksi, yaitu adanya dua macam atau lebih transaksi yang berbeda dalam satu obyek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih sewaktu terjadi akad.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline