Lihat ke Halaman Asli

Dyah Kirana

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Benarkah Implementasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia Berprinsip Taylor Rule?

Diperbarui: 17 November 2024   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: merdeka.com

Jember, 17 November 2024 - Kebijakan moneter memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Bank Indonesia telah menetapkan inflasi sebagai salah satu sasaran utama dalam kebijakan moneternya yaitu dengan target inflasi sekitar 2,51 persen pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan tujuan BI untuk menjaga inflasi pada level yang stabil sehingga perekonomian Indonesia tetap berada dalam jalur yang sehat. Inflasi yang terjaga pada tingkat yang moderat dan stabil sangat penting karena inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat, pun sebaliknya bahwa inflasi yang terlalu rendah juga dapat menandakan lemahnya permintaan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, menjaga inflasi dalam kisaran yang stabil bukan hanya penting untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi juga untuk kestabilan makroekonomi secara keseluruhan. 

Dalam kerangka kebijakan moneternya, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga suku bunga agar sesuai dengan kondisi inflasi yang terkini dengan mempertimbangkan ekspektasi inflasi ke depan. Misalnya, jika inflasi diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat, maka BI dapat menaikkan suku bunga untuk mengurangi tekanan inflasi. Sebaliknya, jika inflasi berada di bawah target atau jika ada ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi, maka BI dapat menurunkan suku bunga untuk mendukung permintaan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, meskipun inflasi adalah fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia, apakah kebijakan suku bunga yang diambil selama ini benar-benar berlandaskan pada prinsip-prinsip Taylor Rule

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter negara bertanggung jawab untuk mengendalikan inflasi, memelihara stabilitas nilai tukar, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan suku bunga. Salah satu pedoman yang digunakan oleh banyak bank sentral di seluruh dunia dalam menetapkan kebijakan suku bunga adalah Taylor Rule yang dirumuskan oleh ekonom John B. Taylor pada tahun 1993. 

Prinsip dasar dari aturan ini adalah menetapkan suku bunga nominal yang optimal berdasarkan inflasi aktual dan output gap. Menurut Kementerian Keuangan (2014), output gap merupakan perbedaan antara PDB aktual dan PDB potensial. Taylor Rule memberikan pedoman yang jelas bagi bank sentral dalam menetapkan tingkat suku bunga nominal yang ideal. Aturan ini menyatakan bahwa suku bunga sebaiknya dinaikkan jika inflasi lebih tinggi dari target atau jika output ekonomi berada di atas potensinya. Sebaliknya, suku bunga bisa diturunkan jika inflasi lebih rendah dari target atau output ekonomi berada di bawah potensinya.

Inflasi sebagai Fokus Utama 

Salah satu elemen utama dalam Taylor Rule adalah penyesuaian suku bunga berdasarkan perbedaan antara inflasi aktual dan inflasi target. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki target inflasi yang jelas namun tidak selalu ada korelasi langsung antara perubahan inflasi dan keputusan suku bunga yang diambil. Meskipun Bank Indonesia cenderung menaikkan suku bunga jika inflasi melebihi target. 

Selain itu, Bank Indonesia seringkali mempertimbangkan faktor eksternal seperti fluktuasi harga komoditas global, kebijakan negara maju seperti Amerika Serikat, dan tekanan nilai tukar di mana ketiganya dapat mempengaruhi inflasi domestik. Ini menunjukkan bahwa meskipun Taylor Rule mengutamakan inflasi sebagai variabel utama, kebijakan BI seringkali lebih kompleks dan tidak semata-mata mengikuti rumus yang kaku.

Output Gap: Tantangan Pengukuran di Indonesia

Dalam Taylor Rule, output gap adalah variabel penting dalam menentukan kebijakan suku bunga. Namun di Indonesia, pengukuran PDB potensial secara akurat bukanlah hal yang mudah karena ketidaksempurnaan data dan adanya pengaruh dari sisi eksternal. PDB potensial adalah tingkat output ekonomi yang bisa dicapai tanpa menimbulkan tekanan inflasi. 

Sementara itu dalam praktiknya, Bank Indonesia cenderung mengambil keputusan kebijakan berdasarkan indikator makroekonomi lainnya seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, fluktuasi nilai tukar, dan ekspektasi inflasi. Dengan demikian, meskipun Taylor Rule memberikan panduan yang jelas, penerapannya di Indonesia cenderung lebih fleksibel dan mempertimbangkan banyak faktor selain inflasi dan output gap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline