Lihat ke Halaman Asli

Memupuk Budaya Literasi melalui Gerakan Sekolah Menulis Buku

Diperbarui: 24 November 2023   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memupuk Budaya Literasi di Sekolah

 melalui Gerakan Sekolah Menulis Buku

Oleh : Dyah 

Kualitas suatu bangsa akan terlihat dari cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasan masyarakatnya. Cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasaran dihasilkan dari seberapa besar ilmu pengetahuan yang didapat dan diserap. Ilmu pengetahuan didapat dari informasi baik lisan maupun tulisan. Artinya ketiga hal tersebut tidak bisa terlepas dari peran budaya literasi untuk membentuk peradaban suatu bangsa. Budaya literasi menjadi jembatan untuk memperbaiki cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasan masyarakatnya. Kemampuan membaca, berpikir, dan menulis mempunyai peranan penting dalam rangka memajukan kualitas suatu bangsa.

Hal ini sangat sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Alquran surat Al 'Alaq : 1 yang berbunyi :

Artinya : "Bacalah. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan seluruh makhluk" (Q.S. 96 : 1-2). Pada kata Iqro' berarti bacalah, mengertilah, pahamilah, cerdaslah, berpikir majulah dan bervisilah. Hal ini terbukti, dengan iqro' Nabi Muhammad mampu membangun umat Islam, umat yang diharapkan oleh Allah. (Said Aqil Siraj, 2018).

Dalam konteks pengetahuan modern, literasi merupakan bagian dari iqro'. Dengan kata lain, jika kegiatan Iqro' dilakukan dengan baik, maka bangsa ini akan semakin paham, cerdas, bervisi, dan berkemajuan.

Salah satu jalur paling efektif untuk memupuk budaya literasi adalah melalui jalur pendidikan formal dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Budaya literasi bisa diterapkan dalam pembelajaran intrakurikuler (kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan struktur kurikulum yang ditetapkan), kokurikuler (kegiatan untuk penguatan dan pendalaman materi seperti outing class, field trip, social project, literasi school), dan ekstrakurikuler (kegiatan non pelajaran formal yang dilaksanakan di luar jam pembelajaran). Kurikulum yang diimplementasikan di sekolah formal sudah berupaya meningkatkan budaya literasi siswa seperti adanya Asesemen Nasional Berbasis Komputer (ANBK)  untuk kelas V, VIII , dan XI yang berisi literasi membaca dan literasi numerasi, kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan asesmen baik formatif maupun sumatif. Namun sebagian besar siswa baru sampai pada tahap membaca dan berpikir kritis belum sampai pada tahap menulis atau membuat karya. Menilik hasil PISA 2018 Di Indonesia, 30% siswa mencapai setidaknya tingkat kemahiran 2 dalam membaca (rata-rata OECD: 77%). Minimal, siswa tersebut dapat mengidentifikasi gagasan utama dalam teks yang panjangnya sedang, menemukan informasi berdasarkan kriteria yang eksplisit, meskipun terkadang rumit, dan dapat mencerminkan tujuan dan bentuk teks ketika secara eksplisit diarahkan untuk melakukannya. Hanya sedikit sekali siswa di Indonesia yang berprestasi dalam membaca mereka mencapai Level 5 atau 6 dalam tes membaca PISA (rata-rata OECD: 9%). Pada level 5 atau 6, siswa sudah dapat memahami teks yang panjang, menangani konsep-konsep yang abstrak atau berlawanan dengan intuisi, dan membangun pembedaan antara fakta dan opini, berdasarkan isyarat implisit yang berkaitan dengan isi atau sumbernya informasi.

(https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penerapan budaya literasi di sekolah perlu terus ditingkatkan agar siswa tidak hanya menjadi subjek yang menikmati literasi namun mampu membuat karya literasi yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh orang lain. Budaya literasi bukan hanya sekadar slogan yang dipahat di dinding - dinding sekolah. Tetapi harus direalisasikan dan diwujudkan dalam bentuk aksi nyata. Cara terbaik untuk menanamkan budaya literasi yang kuat pada seseorang adalah dengan menjadikannya sebagai seorang penulis. Karena setiap penulis, secara otomatis akan melewati tahapan membaca, berpikir kritis, dan tentu saja menulis serta berkreasi. Salah satunya dengan Gerakan Sekolah Menulis Buku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya atau culture dapat diartikan pikiran, akal budi, hasil. Sedangkan membudayakan berarti mengajarkan supaya mempunyai budaya, mendidik supaya berbudaya, membiasakan sesuatu yang baik sehingga berbudaya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1988)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline