Lihat ke Halaman Asli

Cerita Pertama Anak Rantau

Diperbarui: 27 Oktober 2015   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tak pernah kubayangkan sebelumnya jika aku akan melangkahkan kaki sejauh ini. Aku terbiasa hidup dekat dengan keluarga, kerabat, dan sanak saudara. Tapi kini tak lagi seperti itu. Aku mulai merebahkan sayap, menembus tapal batas, dan meraih segala angan-angan yang sedari dulu sudah aku idam-idamkan. Ya.. sekarang ini aku hidup “ sendiri “ di perantauan, tanpa keluarga ataupun kerabat dekat. Aku memulai kehidupan baruku di sini, semua ini dimulai dengan satu tekad yaitu mandiri agar aku bisa berhasil dan bertahan hidup di kampung baruku ini.

Kota perantauanku ini bisa jadi tidak terlalu jauh untuk dijangkau, apalagi dengan sebuah pesawat. Namun bagiku kota ini sangatlah jauh jaraknya dari kampungku di Jawa. Apalagi sebelum-sebelumnya aku hanya pergi keluar dari provinsiku pada saat study tour sekolah saja.. dan ternyata saat ini aku harus berhijrah tak hanya keluar dari provinsi, namun juga keluar pulau… Mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus tetap berjuang di negeri perantauanku ini, karena disinilah aku akan belajar dan menatap masa depan

Perjalanan ini berawal dari keinginanku bersekolah di salah satu perguruan tinggi kedinasan terkemuka di Indonesia. Lokasi pendidikannya tak hanya terpaku pada satu tempat saja, namun tersebar di banyak kota di penjuru nusantara. Dan ketika pengumuman kelulusan tes seleksi tiba, itulah saat yang yang paling mendebarkan. Woww… ternyata aku lolos. Yes! Alhamdulillah.. Puji syukur tak henti-hentinya kupanjatkan kepada Sang Kuasa. Namun yang membuatku tercengang adalah ketika aku membaca lokasi pendidikanku nantinya, aku ditempatkan di lokasi pendidikan yang jauh dari rumahku, jauh dari yang kubayangkan. Pontianak. Ya, aku mendapatkan lokasi belajar di Pontianak. Pikirku saat itu, aku sangat senang dengan pencapaian yang telah kuraih karena cita-cita sejak masa kecilku terwujud, namun dengan lokasi pendidikan yang terhampar jauh di sana apakah aku bisa menjalaninya seorang diri??

Ayah ibuku mendukung sepenuhnya dan meridhoi aku belajar di sana. Akhirnya aku berangkat kesana… Bismillahirrahmanirrahim.. Kuawali perjalananku ini. Bersama seorang temanku, aku melangkahkan kaki Ke Pontianak, kota baru tempatku akan menimba ilmu.

Setiba di Pontianak, di bumi khatulistiwa, aku mulai merasakan suasana lingkungan baru. Panas, air asin dan asap yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Saat aku pergi ke sana, asap tebal melanda. Mungkin ini adalah sambutan untuk si pendatang baru.

Satu hari, dua hari, tiga hari, tak bisa kupungkiri bahwa aku mulai mengeluh dengan keadaan yang kuhadapi saat ini. Apalagi untuk anak manja sepertiku. Aku selalu membanding-bandingkan dan membayangkan kehidupanku di Jawa sebelumnya. Satu minggu, dua minggu, tiga minggu, rasa rindu muai hinggap. Rindu akan keluarga, kawan, saudara, tetangga, dan tentunya suasana kampung halaman.

Tanpa terasa waktu bergulir cepat, aku hampir satu bulan tinggal di sini. Dengan segala kehangatan, kebersamaan, dan kekeluargaan yang menyelimuti kegiatan perkuliahan, serta aktivitas tiap akhir pekan yang kumanfaatkan dengan berjalan-jalan di penjuru kota membuatku mulai merasakan kenyamanan berada disini. Aku mulai betah tinggal di sini dan mulai mencintai kota ini dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada. Sungguh perubahan rasa yang luar biasa bagiku.

Menurutku, salah satu hal yang bisa membuatku bertahan dan memotivasi agar berhasil disini adalah keluarga. Aku ingin membanggakan kedua orangtuaku, aku ingin bisa membahagiakan orangtua dan keluargaku, dan aku ingin meraih masa depan gemilang yang sejak dulu kudambakan, semuanya dimulai dari kota baruku ini. “Selamat berjuang, semoga sehat selalu dan sukses, tingkatkan ibadahmu..” Itulah sebaris kalimat yang menjadi bekal hidupku di sini, dan kata-kata itu selalu terngiang dipikiranku karena merupakan wejangan rutin setiap hari yang orangtuaku berikan. Dan dengan bekal hidup berharga itu, aku harus bisa bertahan di sini dan mengukir prestasi hingga puncak kelulusan.. Aamiin. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline