Lihat ke Halaman Asli

Dyah Eka Kurniawati Hadiyanto

Mahasiswa Ilmu Forensik Fakultas Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya

Fingerprint dalam Investigasi Forensik

Diperbarui: 30 Januari 2023   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia memiliki tingkat kriminalitas yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Bahkan tak jarang, hampir setiap hari kita menyaksikan media cetak maupun media online memberitakan tindak kriminal yang terjadi berbagai daerah bahkan hinga belahan dunia. Seperti halnya kasus pencurian, perkosaan, pembunuhan, hingga kasus mutilasi.  Makin tinggi angkanya, makin banyak pula motif yang dilakukan. 

Salah satu contoh kejahatan itu adalah kasus pembunuhan yang di lakukan dengan cara mutilasi, atau memotong-motong bagian tubuh dan membuang potongan tubuh tersebut di berbagai tempat yang berbeda untuk mengelabuhi polisi agar kesulitan dalam mengidentifikasi korban tersebut.

Menurut (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia),  Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 

Lalu bagaimanakah tim penyidik kepolisian dapat menentukan identitas pelakunya ? disini peran ahli forensik terlebih INAFIS harus bekerja ekstra untuk menemukan bukti yang tertinggal berupa fingerprint.

Fingerprint atau Sidik jari adalah langkah awal penyidikan yang di lakukan pihak kepolisian INAFIS untuk mengungkap suatu kasus dan secepat mungkin dapat menemukan pelakunya. 

Proses penyidikan akan dilakukan melalui beberapa tahap yang salah satunya dengan mengambil sidik jari. Temuan sidik jari dalam suatu perkara delict pidana merupakan hal yang penting dalam upaya mengidentifikasi pelaku dan merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Sidik jari dapat dikatakan sebagai alat bukti yang akurat untuk digunakan sebagai identitas pengenalan dari orang tersebut karena pada dasarnya sidik jari merupakan suatu ciri khas antar manusia yang unik, karena tidak ada satupun manusia di dunia ini yang memiliki pola sidik jari yang sama sekalinya kembar identik. 

Faktanya, meskipun permukaan kulit jari orang tersebut terluka, kulit yang beregenarasi tersebut akan membentuk pola sidik jari yang sama seperti sebelumnya. Pola sidik jari tersebut akan tetap sama dengan pada saat manusia masih berupa janin hingga meninggal.

Menurut Galton (1892), hanya satu dari 64 juta memiliki kemungkinan dua orang memiliki sidik jari yang identik, kemungkinannya sangat rendah, sehingga merupakan bentuk bukti yang dapat diandalkan untuk membuktikan identitas orang tersebut. Dalam situasi di mana kulit telah dihilangkan, dipotong atau digosok, kulit masih tumbuh kembali dan memberikan cetakan yang sama seperti sebelumnya. Nyatanya, bekas luka akan membuat cetakan semakin unik. Itu tidak dapat diubah; oleh karena itu, ini permanen. (Dr Henry Fauld, 1880).

Luka bakar dengan derajat tingkat kedua dan ketiga juga dapat merusak sidik jari. Sebagaimana tingkat pertama : Erythema dan pelepuhan tanpa merusak lapisan vascular kulit. 

Luka bakar tingkat ini akan membaik tanpa menimbulkan bekas luka. Tingkat kedua : Kerusakan penuh ketebalan dari kulit. Luka ini tidak bisa sembuh tanpa meninggalkan bekas luka, yang biasanya berkontraksi selama proses penyembuhan, menyebabkan kerutandan distorsi dari permukaan kulit. Tingkat ketiga : Kerusakan dalam lapisan di bawah kulit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline