Lihat ke Halaman Asli

Perinsip Sewa Menyewa dalam Perspektif Syari'ah

Diperbarui: 20 Mei 2024   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prinsip sewa dalam perspektif syariah merupakan topik yang sangat penting dan relevan dalam dunia ekonomi Islam. Dalam hukum syariah, sewa dikenal dengan istilah "ijarah". Ijarah sendiri berarti memberikan sesuatu untuk digunakan dengan kompensasi yang disepakati tanpa memindahkan kepemilikan barang tersebut. Prinsip ini mencakup berbagai aspek yang harus diperhatikan agar transaksi sewa sesuai dengan hukum Islam.

Pertama, syarat utama dalam akad ijarah adalah adanya objek yang disewakan, pihak yang menyewa, dan harga sewa yang disepakati. Objek yang disewakan haruslah sesuatu yang halal dan dapat dimanfaatkan secara syariah. Misalnya, menyewakan alat-alat yang digunakan untuk aktivitas haram, seperti perjudian atau produksi minuman keras, tidak diperbolehkan dalam Islam. Selain itu, objek tersebut harus berada dalam kondisi yang dapat digunakan dan bermanfaat selama masa sewa.

Kedua, kedua belah pihak yang terlibat dalam akad ijarah harus memiliki kapasitas hukum dan hak untuk melakukan kontrak. Ini berarti bahwa mereka harus berakal sehat, baligh (dewasa), dan berstatus sebagai pemilik atau memiliki wewenang dari pemilik atas objek yang disewakan. Kesepakatan harga sewa juga harus jelas dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa ada unsur paksaan atau penipuan. Harga sewa harus ditentukan secara pasti, baik jumlah maupun cara pembayarannya, apakah dalam bentuk uang atau barang lain yang setara.

Ketiga, masa sewa harus dijelaskan secara rinci dalam kontrak. Periode ini harus diketahui oleh kedua belah pihak dan tidak menimbulkan keraguan. Ketidakjelasan dalam masa sewa dapat menyebabkan konflik di kemudian hari, yang mana bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan kontrak sewa dengan detail yang jelas, termasuk durasi, tanggung jawab perawatan, dan kondisi pengembalian barang yang disewakan.

Selain itu, dalam akad ijarah, pemilik barang memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa barang tersebut berada dalam kondisi baik dan siap pakai sebelum disewakan. Jika selama masa sewa terjadi kerusakan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyewa, maka pemilik bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan atau memberikan barang pengganti yang setara. Di sisi lain, penyewa bertanggung jawab untuk menggunakan barang tersebut sesuai dengan tujuan yang disepakati dan menjaga barang tersebut dari kerusakan.

Prinsip sewa dalam perspektif syariah juga menekankan pentingnya niat dan tujuan yang baik dalam melakukan akad. Setiap transaksi dalam Islam harus dilakukan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mematuhi aturan-aturan syariah. Ini termasuk dalam akad ijarah, di mana kejujuran, keadilan, dan saling meridhai menjadi landasan utama dalam pelaksanaannya.

Dalam prakteknya, ijarah sering diterapkan dalam berbagai bidang, seperti sewa properti, kendaraan, dan peralatan industri. Misalnya, dalam sewa properti, pihak pemilik (mu'jir) menyewakan bangunan atau tanah kepada penyewa (musta'jir) dengan kesepakatan harga sewa dan jangka waktu tertentu. Penyewa memiliki hak penuh untuk memanfaatkan properti tersebut sesuai dengan kesepakatan tanpa merusak atau mengubah kondisi aslinya tanpa izin pemilik.

Sebagai penutup, prinsip sewa dalam perspektif syariah mencerminkan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab yang tinggi. Setiap pihak yang terlibat dalam akad ijarah harus memahami hak dan kewajiban masing-masing serta menjaga niat yang baik dalam setiap transaksi. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, diharapkan akad sewa dapat memberikan manfaat dan keberkahan bagi semua pihak yang terlibat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline