Kajen, 15 September 2023 – Dalam rangka penelitian seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid Pekalongan, terjun untuk bersosialisasi mengenai kerukunan warga di Desa Kutorojo, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan dalam perbedaan keyakinan tetapi tetap rukun dan kompak.
Desa Kutorojo Rt.2/Rw.1 termasuk warga yang besar akan toleransinya. Warga sekitar memegang keyakinan walaupun berbeda-beda mereka tetap berdampingan dengan saling membantu satu sama lain. Desa Kutorojo mayoritas beragama Islam dan minoritas beragama Hindu, bahkan juga masih ada warga yang memegang keyakinan Kejawen dan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa. Warga sekitar juga tidak pernah mempermasalahkan perbedaan keyakinan, mereka tetap menjalankan kehidupan mereka dengan menghormati dan menghargai.
“Di Desa Kutorojo ini rata-rata memegang agama Islam ada Hindu tapi hanya sedikit, juga ada sebeberapa warga yang masih memegang kepercayaan Kejawen dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tetapi kita sebagai warga disini tidak pernah mempermasalahkan itu, sama-sama membantu dan menghargai saja.” Ujar dari salah satu narasumber, Ibu Yenni.
Warga sekitar Desa Kutorojo juga ada kegiatan yang saling membantu satu sama lain, seperti gotong royong dalam rangka kemerdekaan 17 Agustus, kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar dan berkebun serta mengembangkan Sumber Daya Alam, ada juga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga khusus ibu-ibu sekitar, seperti arisan. Selain itu ibu rumah tangga di sana mayoritas membuat kerajinan reyeng untuk menambahkan penghasilan. Reyeng tersebut akan dijual ke Ibu Lurah Desa Kutorojo dan akan dikirim ke Cikarang.
Ibu Yenni juga menambahkan informasi mengenai pendidikan anak-anak di Desa Kutorojo. Agama Islam dan Hindu mempunyai guru khusus yang mengajarkan agama masing-masing. Tokoh masyarakat seperti Ustadz atau Ustadzah bagi memeluk agama Islam dan Pandhita dari agama Hindu dapat menjadi alasan masyarakat Desa Kutorojo masih mampu menjalankan agamanya.
Perbedaan keyakinan di Desa Kutorojo termasuk hal yang sudah lumrah, hal ini tidak menjadi penghalang dalam kerukunan masyarakat tersebut. Mereka tidak pernah membeda-bedakan dan masih tinggi atas sikap toleransi. Seperti Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap bersatu.
Dyah Ayu Kusumastuti, mahasiswi Universitas Islam Negeri K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H