Lihat ke Halaman Asli

Paradoks Bahagia Emosional: Psikologi Penderita Kanker

Diperbarui: 3 Februari 2023   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tebak, apa penyebab kematian yang utama di seluruh dunia? Yang merampas hidup dua ratus sekian ribu jiwa saudara kita di tanah air. Yang membuat  jutaan keluarga menangis, ketika orang yang dicinta menjadi satu dari sembilan juta lebih manusia meninggal setiap tahunnya. Karena apa? Jawabannya karena kanker.

Pada tahun 2020, 396.914 penduduk Indonesia mengidap kanker dan hampir enam puluh persennya meninggal. Jika dilihat dari jenisnya, kanker paru-paru berada di urutan paling top. Kebiasaan merokok lah yang menjadi donatur paling dermawan, penyumbang paling besar.

Tapi, di luar semua kebiasaan buruk tentang kesehatan, di luar semua faktor kesehatan fisik, apa faktor yang banyak diabaikan masyarakat? Ingat Gita Sesa Wanda Cantika? Kita biasanya akrab memanggilnya Keke. Kisah hidupnya diangkat menjadi sebuah film berjudul 'Surat Kecil Untuk Tuhan' Pada tahun 2011.

Keke remaja yang cukup beruntung, lahir dari keluarga yang berada dan sangat menyayanginya meski Ayah dan Ibunya berpisah, dikelilingi sahabat setia dan seorang kekasih yang begitu menyayanginya. 

Sebelum pada tahun 2004, Kanker Jaringan Lunak (Rhabdomyosarcoma) memutuskan menghinggapinya. Gadis itu dinobatkan menjadi manusia pertama yang mengidap kanker jenis tersebut di Indonesia. 

Kemoterapi membuat rambutnya rontok. Radioterapi membuat wajahnya  membengkak, kulitnya menghitam. Tak sedikit orang yang menjulukinya 'Monster'. Sebagai manusia, apakah mereka yang memanggil Keke, 'Monster' pernah berpikir seberapa besar dampak panggilan itu untuk batin Keke?

Pasien kanker menjalani berbagai perawatan menyakitkan. Kemoterapi, radioterapi, berbagai terapi, operasi, hidupnya dipertaruhkan dengan itu. Kemungkinan penderita kanker untuk sembuh juga sangat minim. 

Beberapa bahkan berpendapat bahwa kanker tidak bisa sembuh total. Hal tersebut menjadi penyebab banyak dari penderita kanker merasa tidak berdaya, frustasi karena keadaan yang sepertinya sulit dihadapi, sehingga mereka marah pada diri mereka sendiri. Mereka sudah merasa tidak nyaman dengan diri mereka sendiri, caci-maki manusia lain hanya akan memperkeruh psikologi seorang penderita kanker. 

Mudahnya, psikologi seorang penderita kanker juga terlibat banyak untuk meningkatkan harapan hidup. Tidak semua penderita kanker punya keluarga dan teman yang selalu ada tanpa peduli ia berubah menjadi 'Monster' seperti julukan orang-orang untuk Keke. Tidak semua penderita kanker punya mental sekuat Gita Sesa Wanda Cantika sehingga dapat bertahan hidup dengan kankernya selama setahun, padahal dokter memprediksi hidupnya akan berakhir tiga bulan lagi. 

Tidak semua manusia memiliki hati selapang milik Keke. Maka dari itu, setidaknya, kita bisa menjadi satu-satunya manusia yang bisa memperlakukan seorang penderita kanker layaknya manusia, memberi dukungan emosional--kasih sayang, empati--kepada mereka, membiarkan mereka mengekspresikan emosinya, menjadi support system terbaik untuk mereka. Walaupun, toh, kita bukan siapa-siapa buat mereka, kita selalu bisa melibatkan diri untuk memberi dukungan buat mereka kan? Tentu saja. Kita selalu bisa membahagiakan diri dengan membuat orang lain bahagia.

ICCC (Indonesia Cancer Care Community) adalah salah satu komunitas yang lahir dari berbagai bentuk kepedulian. Juga salah satu perantara bagi masyarakat peduli kanker hingga penderita kanker itu sendiri dan keluarga untuk saling berbagi kasih sayang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline