Lihat ke Halaman Asli

Konvergensi IT-Telekomunikasi : Sekadar Update Status Facebook di Ponsel?

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pemandangan menarik di sudut taman kampus terkenal di kawasan Depok Jawa Barat. Beberapa mahasiswa terlihat asyik berselancar internet dengan laptop dan netbook mereka. Uniknya, pada saat di kampus tersedia fasilitas hotspot mereka malah menggunakan modem internet dari operator seluler. ”Habis, hotspotnya sering naik turun, saya nggak bisa cari bahan untuk nulis paper kuliah,” kata Yasser, salah satu mahasiswa tersebut, sambil menunjukkan modem eksternal yang ia gunakan.

Memang saat ini boleh dibilang pemanfaatan internet lewat jaringan data operator seluler seperti yang digunakan para mahasiswa itu kian marak. Hal ini disebabkan selain sifatnya yang mobile – dapat dibawa kemana-mana- juga karena tarif akses data yang ditawarkan operator semakin terjangkau kantong masyarakat terutama mahasiswa. Tawaran yang diberikan untuk skema pembayaran pun semakin menarik, mulai dari tarif bulanan hingga skema pembayaran per kb (kilobytes) pemakaian. Alasan lain yang tidak kalah penting adalah operator seluler semakin berusaha keras memberikan yang terbaik kepada konsumen dengan kemudahan pada perangkat yang digunakan untuk akses internet. Mulai dari modem eksternal yang bentuknya semakin hari semakin simpel hingga menggunakan ponsel sebagai modem. Kalau operator memberikan harga yang murah dan terjangkau tetapi tidak menyediakan perangkat yang mudah digunakan, konsumen tidak akan tertarik karena alasan gagap teknologi. Inovasi inilah yang kemudian memicu perkembangan koneksi mobile data operator semakin pesat. Masyarakat pun dapat memilih koneksi mobile data berbasis GSM atau CDMA, karena semuanya menawarkan kemudahan dan kecepatan akses internet yang tinggi.

Dari kondisi itu, sadar atau tidak, masyarakat kini telah memasuki area konvergensi atau menyatunya teknologi informasi (information technology/IT) dengan telekomunikasi. Sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Teknologi telekomunikasi – dalam hal ini bisa diwakili oleh ponsel-, ketika muncul pada tahun 1990-an hanya dapat digunakan sebagai telepon pengganti telepon rumah. Dalam bahasa lain, telepon rumah yang dapat dibawa kemana-mana. Bentuk ponsel pun terbilang besar seakan menempelkan sebuah batu bata ke telinga saat sedang menelepon atau menerima telepon. Tidak perlu membutuhkan waktu lama, fungsi ponsel pun kemudian bergeser, tidak hanya untuk menelepon tetapi mulai dapat mengirim pesan singkat SMS, pemutar musik MP3, MP4, radio, kamera, hingga memutar siaran TV. Bentuknya pun berubah menjadi makin mungil, ringan, dan tipis.

Itu baru konvergensi di sisi fitur perangkat. Konvergensi lain yang juga terjadi adalah menyatunya teknologi telekomunikasi seluler dengan teknologi informasi. Pada awalnya, akses internet hanya dapat diakses lewat dial-up di jaringan telepon kabel. Selanjutnya, ketika teknologi seluler berevolusi dari GPRS hingga 3G dan HSDPA atau CDMA EV-DO maka teknologi seluler menjadi alternatif baru mengakses internet. Kecepatan akses data internet di operator seluler ini bergerak makin cepat, sehingga akses internet lewat telepon kabel pun lantas punya saingan berarti. Terlebih dengan banyaknya operator seluler yang bermunculan di Indonesia, membuat konvergensi menghadirkan bentuk ideal bagi masyarakat. Masyarakat semakin leluasa memilih layanan data dengan harga terjangkau dan skema tarif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Alhasil, akses data lewat jaringan seluler pun tubuh subur ibarat jamur di musim penghujan. Tetapi muncul sebersit pertanyaan, apakah konvergensi antara teknologi informasi dan seluler tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat? Jawabnya, belum tentu. Ketika era web 2.0 yang sering dikenal sebagai parsipatory web memungkinkan pemakainya menjadi seorang pengguna aktif, maka akses ke berbagai situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter haruslah mengalir lancar. Ini mengisyaratkan akses internet tersedia luas dan dapat diakses dengan mudah dan murah. Di sisi inilah operator seluler punya peluang untuk memasarkan jaringan data miliknya ke masyarakat. Contohnya seperti dilakukan operator XL Axiata yang kini menjadi operator terbesar kedua di Indonesia. Operator ini membuat gebrakan dengan meluncurkan berbagai layanan akses internet sesuai kebutuhan. Seperti pada tahun lalu memunculkan layanan internet unlimited prabayar 30 hari menggunakan teknologi 3G/HSDPA. Kartu prabayar ini dapat dipasang di modem internal atau ditaruh di modem ponsel.

Sementara, di sisi lain, apabila konvergensi ini dimanfaatkan hanya untuk mengupdate status atau informasi, rasanya manfaat yang dapat dipetik menjadi kurang maksimal. Apabila konvergensi ini diartikan lebih luas, misalnya di dunia pendidikan khususnya perpustakaan, maka manfaatnya akan terasa lebih maksimal. Kalau boleh berandai-andai, misalnya dalam automasi perpustakaan, ponsel dapat diberi peran dan difungsikan sebagai pembaca barcode (barcode reader) online maka perpustakaan bakal memperoleh manfaat lebih besar. Anggota dapat meminjam dan mengembalikan bahan pustaka, sehingga proses tersebut dapat lebih cepat dan efisien. Anggotapun merasa lebih nyaman karena dapat melakukannya sendiri. Inilah yang disebut layanan mandiri dalam automasi perpustakaan. Dari jarak jauh anggota dapatmengecek status peminjaman buku dan mengecek ketersediaan buku yang akan dipinjam dengan ponselnya, tentu dengan memanfaatkan akses data dari jaringan operator seluler. Dengan model seperti ini, perpustakaan pasti akan hadir lebih menarik dibanding perpustakaan konvensional.

Tentu saja pengandaian tadi hanya dapatterwujud apabila ada sinergi antara operator seluler dengan perpustakaan. Untuk langkah awal usaha ini dapat dilakukan untuk perpustakaan perguruan tinggi yang mayoritas penggunanya menggunakan ponsel. Perpustakaan perguruan tinggi yang diidentikkan sebagai jantungnya perguruan tinggi akan sangat terbantu dengan adanya layanan tersebut. Operator seluler di Indonesia memiliki peran cukup strategis di sisi ini. Apabila perpustakaan sudah mempunyai layanan yang bersentuhan dengan konvergensi telekomunikasi dan teknologi informasi, perlahan tapi pasti fungsi dan kedudukannya pun akan semakin eksis di tengah masyarakat. Operator tidak sekadar menyediakan sarana akses internet seperti saat ini yang dirasakan sangat bermanfaat bagi Yasser dan teman-temannya, tapi lebih dari itu mampu menghadirkan konvergensi yang lebih membumi dan langsung dapat diterapkan dalam dunia perpustakaan yang saat ini memang butuh sentuhan tangan dari konvergensi kedua teknologi tersebut. Semoga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline