"Dunia sudah mulai tua, begitu pula aku dan kamu ..." Ucapnya dengan melihat kepada jendela kafetaria yang sama dengan 26 tahun lalu. Senyumnya miring menatap toko seberang.
"Begitukah ..." Perempuan di depannya mengaduk lemon tea dengan rasa yang legendaris meski sudah beralih tangan.
....
Seminggu lagi putri pertama mereka mengadakan wisuda namun keadaan kacau justru merumitkan perasaan mereka. Seakan lenggang sudah janji pernikahan yang di ucap dengan sepenuh jiwa. Dengan pecahan gelas kaca yang remuk mumur, seperti itu lah perasaan keduanya.
"Aku tau kamu sudah lelah karena bekerja, tapi hargai aku juga yang berusaha!"
"Lalu usaha kamu mana? Selama ini kerjamu pun tidak bisa menghidupi kita kan?"
"Iya! Benar apa yang kau katakan! ... Aku memang suami yang tidak beruntung mendapati istriku lebih berkecukupan daripada aku!" Matanya menatap nanar istri yang dulu selalu ia peluk sepulang kerja namun kini justru beradu pandang penuh dendam.
"Aku tidak minta banyak, aku hanya ingin gajimu berikan kepadaku sekecil apapun aku terima. Tapi aku tidak suka bila kamu tidak jujur mas!" Sudah tak ada kendali lagi cucuran sedih dari pelupuk matanya.
"Apa yang aku tidak jujur? Hah? Semua kau pegang aku tak punya uang sepeser pun!"
"Lalu dengan bulan ini? Kemana gajimu?!" Ia mengusap matanya yang mulai buram saking derasnya air mata itu.
"Aku belum mendapatkannya! Itu terlambat diberikan!" Ucapnya sambil mengalihkan pandangan.