Lihat ke Halaman Asli

LPSK dan Upayanya dalam Melindungi Anak-anak Korban atau Saksi Tindak Pidana

Diperbarui: 20 November 2018   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saksi dan korban merupakan dua dimensi individual yang berbeda dalam sebuah kasus. Satunya merupakan subyek dan satunya lagi adalah objek. Keduanya dijamin secara hukum berkaitan dengan perlindungan terhadap keselamatan jiwa dan psikis. Pertanyaan yang kerap kali mengundang perhatian adalah mengapa keduanya berhak untuk dilindungi.

Negara sebagai institusi memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut, melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 diuraikan bahwa baik keterangan saksi dan korban diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dari suatu tindak pidana.

Hal ini dimaksudkan agar dalam upaya pengungkapan kasus secara menyeluruh, perlindungan menjadi sebuah kewajiban untuk menjamin keterangan terbebas dari berbagai intervensi baik dari dalam maupun dari luar.

Tentunya, kehadiran sebuah Lembaga yang dapat berperan aktif dalam menggawangi tanggung jawab tersebut bukanlah hal yang patut ditawar-tawar lagi. Hadirnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan sebuah langkah postif dengan kewenangannya memberikan perlindungan dan berbagai hak lainnya kepada saksi dan/atau korban.

LPSK pun dalam menjalankan tugas tersebut tidaklah sembarangan dalam bertindak, ketentuan Undang-Undang mengikat setiap perangkat yang berada dalam struktur LPSK untuk mengoptimalkan pengawalan terhadap saksi dan korban.

Dalam perjalannya, berbagai kasus yang melibatkan korban dan saksi mengalami dinamika yang cukup menyita perhatian, terutama dalam hal persebaran rentan usia saksi maupun korban.

Berbagi kasus yang mengemuka di masyarakat tidak saja melibatkan orang dewasa tetapi juga anak-anak dalam praktiknya. Meskipun, anak-anak, mereka tetap memiliki hak dan kewajiban yang patut untuk dilindungi sebagaimana Undang-Undang mengatur hal tersebut.

LPSK sebagai Lembaga yang mandiri, dalam pelaksanaan tugasnya yang dibantu oleh tenaga ahli, berhak memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi saksi dan/atau korban dengan ketentuan mendapat izin dari orang tua atau wali.

Meskipun demikian, izin dari orang tua wali dapat gugur jika secara umum orang tua atau wali merupakan pelaku tindak pidana, menghalang-halangi dalam proses kesaksian, tidak cakap menjalankan kewajiban, tidak memiliki orang tua atau wali dan tidak diketahui keberadaannya.

Anak yang belum berusia 18 tahun menjadi korban tindak pidana, pastinya masih menempuh Pendidikan dalam berbagai jenjang Pendidikan, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan sekolah Menengah umum mendapatkan kerugian baik secara materil ataupun psikologis.

Di hadapan hukum, anak-anak berhak memperoleh Restitusi sebagai ganti kerugian atas kehilangan kekayaan, penderitaan akibat tindak pidana dan/atau pengganti biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak ini adalah keterlibatan LPSK dalam mengawal permohonan yang diajukan oleh pihak korban.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline