Lihat ke Halaman Asli

Salah Rasa

Diperbarui: 17 Oktober 2015   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

 

 

 

Tak ku ingat lagi kapan saat pertama kali aku melihat senyum menawan itu. Yang terkenang hingga saat ini ialah, saat tertawa lepas bersama, bermain selodoran di depan mosolla yang baru di bangun itu. Sesekali senyumanya berubah menjadi senyuman manja, saat berusaha mengecoh kewaspadaanku menjaga sepetak garis yang tak seorangpun kubiarkan melewatinya. Namun aku kaku di hadapannya, tanpa bersalah kubiarkan dia melewatiku.

“Horeee..! Horeeee!” Teriaknya kegirangan.

Aku hanya tersenyum, dan tak memperduli pekikan-pekikan keras rekan se-timku, karna membiarkan dia lolos begitu saja. Senang rasanya bisa melihat dia bahagia.

 

***

Sekolah Dasar berlalu, begitu juga dengan senyum selodoran tahun lalu itu, ia hilang bagai ditelan bumi, tak pernah dapat kulihat lagi. Merasa tak pantas jika ku harus merindu. Tahu apa aku tentang merindukan orang lain, saat tangis masih menggelegar merengek meminta jajan pada Ibu. Ini salah.

 

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline