Lihat ke Halaman Asli

Dwi Putri Riani

Mahasiswa Jurnalistik - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kehidupan Anak Kos dan Pemilik Kos: Tantangan, Pengalaman dan Keuntungan

Diperbarui: 28 Juli 2024   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wawancara Mahasiswa Rantau dan Pemilik Kos (Dokumentasi Pribadi)

Lebak Bulus, Jakarta Selatan-Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas, banyak siswa memilih melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang jauh dari kota kelahiran untuk mengejar cita-cita dan menuntut ilmu. Mereka rela mengorbankan kenyamanan keluarga demi kesempatan belajar yang lebih luas dan berkualitas.

Bagi mereka yang memutuskan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar kota, tidak dapat dihindari bahwa mereka harus belajar hidup mandiri, termasuk menjalani kehidupan sebagai anak kos

Jadi dengan keputusan tersebut, mereka terbuka untuk pengalaman-pengalaman menarik, mulai dari berinteraksi dengan orang baru, menjadi lebih mandiri, beradaptasi dengan lingkungan baru dan tetangga, hingga belajar mengelola keuangan dengan bijak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan sebagai anak kos menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang merantau ke kota yang belum pernah dijelajahi dan jauh dari orangtua. 

"Jujur, awalnya saya merasa kesulitan saat pertama kali tinggal di kos-kosan. Saya terbiasa dengan keberadaan ibu yang menyediakan segala kebutuhan, tapi sekarang saya harus melakukannya sendiri. Misalnya, dalam hal makanan, saya biasanya tinggal duduk di meja dan sudah tersedia berbagai macam lauk, sekarang saya harus memasak sendiri atau bahkan pergi ke warung makan untuk sekedar mencari lauk. Selain itu, tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci pakaian dan membersihkan kamar menjadi tanggung jawab pribadi yang harus saya emban," ujar Amelia, mahasiswa rantau dari Tegal saat di wawancarai, Kamis, (18/7/2024).

Kehidupan anak kos memang tidaklah mudah, seringkali mereka harus menahan lapar, terutama saat mendekati akhir bulan dan uang kiriman belum tiba, sementara tabungan sudah menipis. 

Oleh karena itu, memasak sendiri atau makan di warteg selalu menjadi pilihan utama di kalangan anak kos. Hal ini tidak hanya karena harganya yang terjangkau, tetapi juga karena menu makanan rumahan yang disajikan sedikitnya mampu mengobati kerinduan akan suasana rumah. 

Terlebih menjelang bulan Ramadhan, perasaan perantauan semakin terasa bagi anak kos. Mereka harus menyesuaikan diri dengan berpuasa di lingkungan kos, terpaksa sahur dan berbuka puasa dengan menu yang terbatas serta makan sendirian.

"Bulan yang paling berat bukan hanya saat mendekati akhir bulan, tetapi juga saat menjelang bulan puasa. Saat itu, keinginan saya untuk pulang ke rumah sangat kuat, saya kadang merasa sedih saat berbuka puasa sendirian. Terlebih lagi, saat sahur yang biasanya ramai sekarang terasa sepi," ujar Amelia, Kamis, (18/7/2024).

Menjadi anak kos tidak selalu berarti hidup menderita, banyak manfaat dan pengalaman menyenangkan lainnya yang dapat dialami ketika menjalani kehidupan sebagai anak kos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline