Lihat ke Halaman Asli

Dwi Putri Riani

Mahasiswa Jurnalistik - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Harmoni Adab dan Ilmu dalam Dakwah

Diperbarui: 25 Juni 2024   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi 

Sebagai sebuah disiplin ilmu, dakwah dan retorika seharusnya bersifat objektif dan bebas dari nilai-nilai subjektif. Maksudnya, ilmu dakwah dan ilmu retorika harus dikembangkan semata-mata berdasarkan pada prinsip-prinsip keilmuan, tanpa dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan lain di luar ranah ilmu pengetahuan, seperti pertimbangan adab atau etika.

Meskipun ilmu dakwah dan retorika bersifat objektif, keduanya tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan adab atau etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya. Ilmu-ilmu tersebut harus tetap memperhatikan kebenaran dan implikasi yang mungkin timbul dalam penerapannya.

Adab dan ilmu harus dipadukan dalam retorika dakwah. Prinsip "ilmu bukan untuk ilmu," tetapi untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan akhirat, berlaku dalam konteks ini. Ilmu adalah untuk kemanusiaan, dan karena itulah adab sangat penting.

Retorika dakwah tidak hanya mencakup ilmu penyampaian dakwah yang efektif dan menarik, namun juga mencakup aturan kesopanan, keramahan, serta keluhuran budi pekerti. Hal ini penting mengingat dakwah pada awalnya bersifat subjektif, dogmatik, dan sarat nilai. Begitu pula dengan retorika yang berakar dari budaya dan sistem nilai tertentu.

Ketika retorika berkembang dari budaya menjadi seni bertutur, lalu menjadi pengetahuan, dan akhirnya diakui sebagai ilmu, maka pada puncaknya retorika harus diikat oleh adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia harus dipadukan dengan adab.

Dakwah, yang berawal dari dogma atau ajaran agama, kemudian berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan akhirnya menjadi ilmu dakwah, harus senantiasa dibarengi dengan adab atau etika. Dalam berdakwah, kesopanan, keramahan, dan keluhuran budi pekerti seorang dai melekat tak terpisahkan.

Memadukan aspek adab dan ilmu dalam retorika dakwah meniscayakan dua hal penting. Pertama, terhindarinya komodifikasi dakwah, yaitu penyalahgunaan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan. Selama ini, komodifikasi dakwah seringkali bersembunyi di balik alasan profesionalisme dan manajemen. Namun, dai yang berilmu dan beradab akan menolak praktik komodifikasi tersebut.

Dengan memadukan kemampuan retorika yang baik serta dilandasi oleh adab yang luhur, seorang pendakwah akan dapat menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan lebih efektif dan diterima dengan terbuka oleh mad'u (audiens). Inilah esensi terpenting dalam aktivitas dakwah yang harus senantiasa dijaga.

Kedua, memadukan aspek adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan mengarahkan seorang dai menjadi profesional dalam arti yang sebenarnya. Profesionalisme di sini tidak dimaknai sebatas terkenal, memiliki manajer, atau harus dibayar, melainkan lebih pada penguasaan adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika.

Profesionalisme seorang dai juga tidak harus diartikan sebagai tidak memiliki pekerjaan lain selain berdakwah. Seorang dai dapat bekerja di bidang apa pun tanpa meninggalkan aspek profesionalisme. Yang terpenting adalah mereka dapat menghayati sepenuh hati apa yang disampaikan dan mengamalkannya berdasarkan adab serta ilmu pengetahuan yang memadai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline