Kombes Hengki Haryadi ke pers, Sabtu (22/10). Kasihan. Warning kita semua.
Tersangka pembunuh, Rudolf Tobing (36) punya trauma. "Waktu kecil dipukuli orang tua," kata Dir Reskrimum Polda Metro Jaya,Itu hasil tes psikologi oleh tim ahli psikologi Polda Metro Jaya. Bahwa Rudolf tidak gila. Melainkan punya trauma masa kecil.
Kombes Hengki: "Untuk pemeriksaan psikologis sudah dilakukan tim psikologi Polda Metro Jaya, hasil sementara pemeriksaan baru disampaikan kepada kami. Bahwa pelaku mempunyai trauma masa kecil."
Maksudnya trauma, ya... itu tadi: Sering dipukuli ortu. Tapi tidak dirinci, kualitas dan kuantitasnya. Demi etika. Pernyataan itu bisa sebagai peringatan bagi para ortu dalam mendidik anak-anak.
Akibatnya, emosi Rudolf gampang meledak-ledak. Dalam kasus itu, ia berteman dengan tiga orang. Ade Yunia Rizabani atau Icha (36) dan dua pria, berinisial H serta S.
Rudolf mengaku ke penyidik, semuala ia niat membunuh H. Tapi H berada di Semarang, dan Rudolf kesulitan melacak. Sedangkan, S berada di Bali, juga sulit dilacak oleh Rudolf.
Maka, ia membunuh Icha, Senin, 17 Oktober 2022 di Apartemen Green, Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Dicekik. Mayatnya dibungkus plastik hitam, dimasukkan troli, didorong masuk lift, akhirnya dibuang ke kolong Tol Becakayu, Jalan Kalimalang, Bekasi.
Saat mendorong troli isi mayat di lift itulah, Rudolf meringis ke kamera CCTV. Ia tidak menyesal. Kepada polisi ia malah mengaku: Happy. Bahkan ia mengaku, niat membunuh H dan S (belum sempat dilakukan).
Ia ditangkap polisi, Selasa, 18 Oktober 2022 di Pondok Gede, Bekasi, ketika hendak menjual laptop milik Icha.
Pemarah meledak-ledak. Tidak menyesal. Malah happy. Dengan trauma di masa kecil.
dr Hervey Cleckley dalam bukunya, "Mask of Sanity" (1941) menyebutkan, pembunuh yang punya emosi meledak-ledak, tidak menyesali pembunuhannya, punya trauma masa kecil, digolongkan sebagai sosiopat. Atau psikopat.