Lihat ke Halaman Asli

Gubernur DKI Sejuta Hari

Diperbarui: 19 Oktober 2022   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono akan membuka meja aduan masyarakat, mulai Selasa, 18 Oktober 2022, pikirku: "Cari perkara ia." Wong, Gubernur Anies Baswedan aja, ogah buka itu. Ngeri, Cing.

Terbukti. Langsung. Di hari pertama, Selasa, 18 Oktober 2022. Petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) mengadu: Dijadikan budak oleh lurah.

Gubernur Heru Budi, saat memberi pengarahan kepada seluruh lurah dan camat se-DKI Jakarta, di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Oktober 2022, mengatakan begini:

"Saya nggak ingin menyebut nama lurahnya. Yang ngadu ini PPSU-nya. Lalu, saya panggil lurah ke kantor. Ngaku. Jadi lurahnya itu, bayangin saudara-saudara... yang ngurusin di rumah lurah itu, dua orang. Dan, dijadikan sopirnya, satu. Total tiga PPSU. Ya, kurang dong..."

Hadirin, para lurah, para camat, staf walikota lima wilayah, staf Kabupaten Kepulauan Seribu, staf gubernur, semuanya, tercengang. Mikir. Mumet. Entah, apa yang dipikir.

Heru Budi, orang Jawa. Ayahnya R. Moelyoto, ibunya Suhartiyah. Heru lahir di Medan, 13 Desember 1965. Maka, kalimatnya terakhir itu 'tembung sanepo': "Gak kurang, ta Rek?"

Kupikir: "Jangan-lah, Gubernur Heru buka aduan warga. Berat, Gub. Di hari pertama, di jam pertama, udah begitu. Apalagi selanjutnya."

Aduan warga DKI, pertama kali dibuka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Setelah ia dilantik jadi Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden RI, Joko Widodo di Istana Negara, 19 November 2014.

Alhasil, Masya Allah... antre. Berjubel. Aduan demi aduan, mengalir datang. Semua dilayani Gubernur Ahok. Asli. Nyata. Dialog dengan warga face to face. Dasar, Ahok gila kerja. Ia juga rela melakukan itu. Rakyat pun senang.

Itu model pertama di Indonesia. Baru. Sekaligus pahit bagi pegawai negeri. Tahu sendiri, pegawai negeri. Ngantor, sok sibuk. Pulang cepet, mikirnya naik jabatan, gaji besar.

Ahok jadi kelimpungan, menangani begitu banyak aduan. Aneka ragam. Langsung ke Ahok. Berhadapan hidung. Stafnya ogah bantu. Ahok jadi pusing sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline