Lihat ke Halaman Asli

Masalah Profesionalitas

Diperbarui: 27 Juli 2017   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Profesi akuntan publik dinilai sebagai profesi yang sangat berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan masyarakat. Seolah akuntan menjadi basis kebenaran suatu hal yang terkait dengan kegiatan pelaporan keuangan. Menurut Mulyadi dan Puradireja (1998:3) dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu menyatakan bahwa dengan adanya profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Dengan kata lain bahwa, profesi akuntan publik menjadi pihak yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan keandalan laporan keuangan perusahaan sehingga informasi yang disajikan benar-benar bersifat informatif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam kaitannya dengan profesi akuntan publik, selain didukung dengan adanya kemampuan dan keahlian khusus dibidangnya, profesi akuntan juga berkaitan erat dengan adanya kode etik yang mengaturnya. Sama halnya dengan kode etik pada profesi-profesi yang lain dimana setiap kode etik memuat aturan-aturan yang mengikat terhadap subjek dari profesi tersebut. Melalui kode etik, profesi akuntan publik dituntun berdasarkan aturan yang telah disusun sedemikian rupa, memuat batasan-batasan terhadap hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang harus dihindari yang kesemuanya diperuntukkan bagi pribadi, profesi dan sosial.

Akan tetapi pada praktiknya, masih banyak tindakan pelanggaran yang melibatkan profesi akuntan karena adanya perasaan kurang terikat dengan aturan-aturan yang ada. Misalnya saja, kasus Enron, WorldCom, Tyco, Xerox, Merck dan kasus-kasus lainnya yang terjadi di Indonesia seperti skandal manipulasi laporan keuangan oleh PT.KAI, PT. Kimia Farma dan kasus lainnya yang melibatkan profesi akuntan publik.  Kasus-kasus ini terjadi dan menjadi bukti bahwa perilaku bisnis yang tidak mencerminkan adanya etika profesional dari seorang yang berdiri dalam naungan organisasi profesi menjadi salah satu alasan mengapa suatu perusahaan menjadi runtuh. Kasus-kasus yang dimotivasi dengan adanya keinginan untuk memaksimalkan keuntungan atau memperkaya diri sendiri membuat profesi akuntan publik berjalan diluar batas aturan.

Ditambah lagi dengan banyaknya penelitian tentang kesadaran dan kepatuhan tentang penerapan kode etik dalam ruang lingkup pekerjaan akuntan publik dimana hasilnya selalu menunjukkan nilai yang signifikan berpengaruh terhadap perilaku profesional, yang berarti semakin patuhnya seseorang terhadap kode etik maka seorang akuntan publik akan makin bertindak secara profesional. Tentu hal ini berbenturan dengan kenyataan, dengan masih banyak praktik penyalahgunaan profesi menandakan bahwa pemahaman dan penerapan kode etik masih kurang berdampak baik terhadap profesi akuntan itu sendiri. Pada akhirnya, kualitas pribadi yang merujuk pada kurangnya sikap profesionalisme dari seorang akuntan profesional turut pula dipertanyakan. Dalam hal ini Arief Basuki (2004) berpendapat tentang kepatuhan terhadap kode etik. 

Kepatuhan terhadap kode etik sangat bergantung pada pemahaman atau persepsi etika dan tindakan sukarela anggota. Disamping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran kode etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak mentaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk mengatasi tantangan yang berkaitan dengan sikap profesionalitas akuntan, maka perlu dilakukannya peningkatan terhadap :

  • Pemahaman atas standar profesi dan kode etik, akuntansi, audit, dan bidang yang berlaku secara global.
  • Peningkatan kualitas individu untuk bersaing secara regional dan global yang bisa dilakukan melalui :
  • Edukasi
  • Kompetensi
  • Sertifikasi
  • Pengalaman
  • Pendidikan profesional berkelanjutan
  • Memenuhi standar dan pedoman IFAC

Referensi :

Wibowo, A. (2015). Pengaruh Kode Etik Akuntan, Personal Ethical Philosophy, Corporate Ethical Value Terhadap Persepsi Etis Dan Pertimbangan Etis Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta). Serat Acitya, 3(2), 30.

Mulyadi dan Kanaka Puradiredja. 1998. Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta. Salemba Empat.

Arief Basuki (2004), "Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia".

 IAI - Ibu Lindawati Gani Juni 2016 (190616).pdf (Penataan Profesionalisme Akuntan melalui Pendidikan Akuntansi di Indonesia)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline