"Kesehatan selalu tampak berharga setelah kita kehilangannya," Jonathan Swift
Nikmat sehat merupakan salah satu anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri. Tanpa kesehatan, hidup tak akan seimbang. Ketika sakit datang mendera, kita tak bisa menikmati hidup dengan sempurna. Makan tak selera, tak bebas berpergian, tidur tak nyenyak dan segala macam penderitaan yang dialami.
Bulan Januari merupakan bulan penuh gairah untuk bergegas menyongsong masa depan untuk meraih mimpi-mimpi, namun apa daya saya harus jatuh sakit. Tubuhku menyerah di tengah padatnya aktivitas kerja sambil kuliah yang ku jalani. Ya, tubuh ini butuh istirahat. Awalnya ku kira itu hanya lah sakit masuk angin biasa.
Teringat saat itu hujan turun dengan derasnya. Saya pun menerobos rintihan hujan agar bisa segera sampai rumah. Kala itu suhu badanku meningkat drastis. Demam, pusing, muntah-muntah serta rasa ngilu menjalar di seluruh tubuh.
Dengan wajah pucat, badan lemas dan menggigil saya periksa ke dokter. Selesai memeriksa dokter berkata, "Jangan makan yang pedas dan asam dulu ya mbak!" Lalu beliau memberi saya obat dengan diagnosa sementara sakit maag. Memasuki hari ketiga demam ternyata kondisi saya tak kunjung membaik. Berat badan semakin menyusut karena asupan tak tercukupi sedangkan muntah-muntah sudah tak terhitung berapa kali dalam sehari.
Karena kondisi badan tak kunjung membaik, saya mendatangi lagi dokter di faskes tingkat pertama. Melihat kondisi kesehatan saya yang semakin menurun, dokter memberikan rujukan ke salah satu rumah sakit di kota Klaten agar saya dapat diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis penyakit dalam.
Berbekal surat rujukan dari faskes tingkat pertama dan kartu JKN-KIS, saya mendatangi sebuah rumah sakit di kota Klaten tersebut. Menurut pengalamanku proses registrasi pada waktu periksa di rumah sakit ini sangat mudah. Apalagi sudah ada karyawan yang menangani khusus bagian BPJS Kesehatan. Cukup menyerahkan kartu JKN-KIS, KTP, KK dan surat rujukan, maka saya sudah dilayani dengan baik.
Sembari mengantri diperiksa dokter, saya terduduk lemas di ruang tunggu dan ditemani oleh ibu saya. Tibalah giliran saya dipanggil masuk ke ruang praktek dokter. Saya menceritakan keluh kesah dan sakit yang saya rasakan kepada dokter. Dokternya baik, ramah dan paham apa yang saya keluhkan. Dengan spontan saya pun bertanya, "Apakah ada indikasi ke tipes atau Demam Berdarah dok?"
"Iya....bisa jadi mbak, nanti cek laboratorium dulu ya," jawab dokter. Lalu beliau pun memberikan surat pengantar untuk diambil darahnya di laboratorium. Eng ing eng, ini serius, saya diambil darahnya, berhadapan dengan jarum suntik, tambah lemas rasanya. Antara malu dan takut bercampur menjadi satu. Hanya bisa meringis dan tak berani melihat tangan yang diambil darahnya. Pengalaman pertama saya sekaligus menjadi rutinitas beberapa hari kemudian.
Tak menunggu terlalu lama, hasil laboratorium sudah keluar dan dokter membacakan hasilnya.
"Hasilnya positif mbak."