Lihat ke Halaman Asli

Dedi Dwitagama

Pengamat Pendidikan

Tawuran Pelajar: Mereka Tak Belajar, Tak Bisa Diajar

Diperbarui: 16 Januari 2022   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pexels.com

Dua tahun pandemi menghajar seisi bumi, membuat anak sekolah tak bisa belajar di rumah, proses belajar secara online menghadapi banyak hambatan sarana, prasarana, kompetensi, dsb. Orang tua menjerit tak mampu membimbing anak-anaknya belajar di rumah, murid-murid merasa tak ada semangat belajar karena hanya menghadapi gawai dan tak berjumpa teman serta guru-guru. 

Januari 2022 jadi tonggak bersejarah pendidikan di Indonesia, pemerintah bersepakat bahwa pelajaran tatap muka di sekolah harus dilakukan di semua jenjang pendidikan walau dengan durasi waktu yang belum full, waktu belajar dikurangi, anak-anak sekolah pulang lebih cepat, protokol kesehatan ditegakkan secara konsisten. 

Seharusnya para guru senang, orang tua senang, anak-anak senang dan idealnya, anak-anak semangat belajar di sekolah karena berjumpa dengan teman-teman, guru-guru berlanjut semangat mengulang pelajaran di rumah atau mengerjakan pelajaran yang belum selesai di ruang kelas. 

Tetapi apa yang terjadi dengan sebagian anak-anak pelaku tawuran? Bukan buku pelajaran yang dicari, teman dan sahabat baru untuk bersenang-senang di sekolah belajar dan berlanjut melakukan kegiatan ekstra kurikuler ... mereka malah mencari musuh untuk ditancapkan clurit di kepalanya. Jika anda guru, dan ada murid anda menjadi pelaku tawuran yang memakan korban itu? perhatikan baik-baik, bahwa murid pelaku itu sesungguhnya tak punya keinginan belajar secara online maupun offline. 

Anak-anak itu hanya senang memakai pakaian seragam sekolah untuk mendapat jatah uang bensin, uang jajan, izin membawa sepeda motor ke sekolah dan pulang ke rumah semaunya asal masih berpakaian seragam sekolah. Pembelajaran offline maupun online yang dilakukan secara serius selama satu semester akan memunculkan potret semangat belajar murid yang sesungguhnya. 

Perhatikanlah pencapaian nilai hasil belajar para pelaku tawuran ... hampir bisa dipastikan nilai mereka jelek-jelek bahkan banyak dari mereka yang tak punya nilai hasil belajar. Anak-anak yang hasil belajarnya tak bagus harus dipanggil bersama orang tuannya untuk dilakukan konseling oleh wali kelas dan guru BK, yang jika berhasil akan merubah anak jadi lebih semangat belajar, dan mereka yang tetap tak bersemangat akhirnya menyatakan mengundurkan diri karena sesungguhnya tak memiliki semangat buat belajar atau tak mau sekolah. 

Lewat belajar tatap muka, pengamatan semangat belajar lebih mudah dilakukan, kehadiran di sekolah setiap hari menjadi indikasi yang sangat jelas bahwa anak-anak itu punya semangat belajar atau tidak. Murid yang sering tak hadir belajar di sekolah mengindikasikan semangat belajar yang tak bagus. Guru, wali kelas dan guru BK harus segera mengambil tindakan melakukan konseling, mencari penyebab dan jalan keluarnya. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, tetapi kalau warga negara itu tak berminat belajar di suatu sekolah tak perlu dipaksakan, karena hanya akan menghabiskan waktu dan energi serta tak memberi manfaat arti buat warga negara itu. 

Barangkali ada motivasi lain dari warga negara atau anak murid yang bisa lebih berkembang di tempat atau komunitas lain dan bisa membuat kehidupan yang berangkutan jadi lebig baik. Misalnya dia bergabung dengan komunitas motor dan menjadi ahli modifikasi atau mekanik motor yang memberi penghasilan di masa depan. Bergabung dengan komunitas pedagang kaki lima, bisa jadi memberi pembelajaran bagaimana cara menjadi pedagang yang sukses di masa depan, yang mungkin itu tak mereka dapat di sekolah. Jadi, intinya mah ga usah dipaksa ... biarkan sekolah menjadi tempat yang menyenangkan buat anak-anak yang mau sekolah, bagi anak-anak yang tak mau sekolah biarkan mereka memilih komunitas dan tempat berkegiatan sesuai minat dan bakatnya masing-masing. 

Bagi murid pelaku tawuran yang melakukan perbuatan keji hingga membunuh orang lain, sebiknya diproses hukum penjara dan namanya diblack list tak bisa masuk ke sekolah manapun di seantero negeri. Seperti halnya orang yang punya utang di bank tak bisa lagi meminjam di bank lain karena namanya tercantum sebagai kreditur yang bermasalah. Cara black list ini juga bisa diterapkan pada murid pelaku tawuran agar jadi pembelajaran buat pelaku dan orang lain untuk tak melakukan tawuran lagi. 

Kalau negeri ini terus tak tegas terhdap pelaku tawuran, jangan kaget kalo besok ada lagi tawuran yang menelan korban, mau sampai kapan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline