Catatan harian ini ditulis oleh seorang penderita covid-19 dan telah mengijinkan secara lisan untuk dipublikasikan sebagai informasi untuk siapa saja yang membutuhkannya, semoga bermanfaat.
6 Hari sebelum dinyatakan positif covid-19.
Aku, sebut saja Mawar, seorang wanita muda yang bekerja di sebuah perusahaan BUMN, umurku baru melewati seperempat abad. Untuk mendekatkan jarak tempat tinggal dengan kantor aku memutuskan indekost di dekat kantor. Tetapi aku berusaha menjumpai keluarga di setiap ada waktu.
Hari itu Aku masuk ke kamar Ibu dan seperti biasa kami mengobrol serta bercanda. Ibu bilang sebaiknya aku jangan dekat-dekat dia karena Ibu sedang demam dan sepertinya akan flu.
Ah siapa sih yang bisa jauh-jauh dari Ibunya? Tentu aku tidak nurut dan tetap mendekati Ibuku dengan prinsip selama belum menempel kulit dengan kulit maka itu belum dekat, kami berada satu kamar, walau tak terlalu dekat. Aku sangat senang mengganggu Ibuku saat di rumah karena kami jarang berjumpa.
Keesokan harinya, Jumat, aku kembali bekerja setelah kemarin libur hari besar nasional, tapi aku tidak bisa fokus. Kepalaku rasanya sakit sebelah, aku rasa aku migrain, suatu gejala yang sudah sering aku rasakan. Selain itu, tubuhku menjadi mudah merasa dingin hingga di malam hari aku tidak memakai pendingin ruangan. Lalu aku mencoba tidur lebih awal karena biasanya tidur meredakan sakit kepalaku.
Ya seharian aku sakit kepala, tentu saja aku tidak minum obat karena sedari kecil obat sakit kepalaku adalah tidur.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H