Gubernur DKI Jakarta telah memutuskan kembali menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat, Jakarta kembali PSBB. Salah satu peraturan yang dijalankan adalah angkutan ojek pangkalan dan online dilarang beroperasi. Ada anggapan seolah mitra ojek daring adalah kelompok yang paling terdampak akibat penerapan PSBB di Jakarta.
Saya memperhatikan penduduk ibukota yang berseragam warna tumbuhan dan hitam itu beangkat saat matahari belum muncul, menuju ke lokasi mereka mangkal, sebelum menghidupkan sepeda motornya mereka menghidupkan korek api menyulut benda putih 9 senti meter, menghisapnya dalam-dalam, menikmati sepanjang jalan, tak sedikit yang sambil berjalan di jalan terus menghisap asap. Ketika tiba di pangkalan di sekitar pemukiman, tak jauh dari gerai makanan siap saji, sekitar stasiun kereta dan terminal bis, para pemburu penumpang itu bercegkerama dengan sesama pengguna seragam hijau yang sebagian besar dari mereka saling bertukar asap yang dihembuskan dari mulut-mulutnya.
Sarapan belum sempat, alasannya bisa beragam; uang belum dapat, tak terbiasa makan pagi hari, dorongan membuang hajat jika perut kemasukan sesuatu pagi hari, sementara asap dari benda yang dijepit dua jari telah masuk berkali-kali dari berbatang-batang kertas diisi tembakau.
Bahwa kandungan racun pada asap dari kertas putih 9 cm itu jumlahnya mencapai 7.000 zat kimia yang bisa mengakibatkan kanker, tetapi karena berbagai hal di negeri ini menghisap asap sudah menjadi sangat biasa, bahkan menjadi simbol kedewasaan, kemandirian. Penduduk negeri yang merokok melebihi 65 juta orang atau sekitar 34 persen dari total penduduk negeri.
Ketika kebiasaan menghisap asap membuat penduduk itu sakit, mereka menuntut layanan kesehatan gratis, dan sayangnya pemerintah terus saja membiayai pengobatan penduduk yang sakit karena menghisap asap.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan dari BPJS Kesehatan, di tahun 2017 lalu jumlah kasus penyakit yang terkait dengan rokok dan tembakau baik rawat jalan atau rawat inap mencapai lebih dari 5.159.627 kasus.
"Sampai saat ini BPJS melaporkan ada Rp 5,9 triliun yang dipakai untuk pengobatan akibat rokok. Yang paling banyak adalah PPOK dan itu tidak terbantahkan," sebut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes (17/9/2019).
Adapun lika penyakit yang membuat kematian tertinggi berasal dari rokok, termasuk di dalamnya penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan gagal ginjal.
Jika Jakarta kembali PSBB, salah satu yang ditakutkan warganya adalah mereka kesulitan memperoleh penghasilan yang biasa mereka pergunakan untuk memenuhi kecanduan asap, entah kenapa mereka sukar berpisah dengan asap, bagaimana dengan anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H