"Jalan-jalan masuk lingkungan perumahan, gerbang desa ditutup dengan portal, maksudnya agar tak ada orang yang masuk dari luar wilayah atau supaya warga melakukan karantina mandiri di rumah. Anjuran pemerintah agar penduduk negeri tetap di rumah agar penyebaran virus berhenti. Tapi apa yang terjadi."
Imbauan sosial distancing, menjaga jarak antar warga negara dan di rumah saja dipatuhi oleh sebagian warga negara, terlihat dari jalan-jalan utama ibukota negeri yang lengang, kemacetan rutin yang biasa terjadi pada setiap waktu di ruas jalan tertentu kini tak lagi ada, jalan raya Jakarta sepi, kita bisa memacu kendaraan dengan kecepatan yang lebih dari biasanya.
Jalan-jalan masuk lingkungan perumahan, gerbang desa ditutup dengan portal, maksudnya agar tak ada orang yang masuk dari luar wilayah atau supaya warga melakukan karantina mandiri di rumah. Anjuran pemerintah agar penduduk negeri tetap di rumah agar penyebaran virus berhenti. Tapi apa yang terjadi.
Portal jalan masuk ke desa atau komplek perumahan ditutup portal, tetapi banyak warga yang berada di sekitar itu seolah menjaga, bersiap membukakan puntu bagi yang mau masuk atau keluar wilayah, ada pula yang menyemprotkan desinfektan ke orang dan kendaraan yang melintas.
Mungkin mereka merasa seperti suasana kerja bakti, warga berkumpul kerba membersihkan lingkungan mengerjakan sesuatu seperti membangun masjid, mushola, sarana umum, dan biasanya ada rokok, camilan hingga makan besar tersedia.
Demikian juga pada situasi pandemi saat ini, ramai-ramai menutup jalan desa, berharap ada yang mensuplai makanan kecil, minuman, rokok hingga makan siang, gratis.
Demikian juga di pangkalan ojek offline dan online, sambil menunggu penumpang mereka berkumpul, bercengkerama, berdekatan, padahal ojek online itu menggunakan aplikasi, tapi mereka berusaha mendekat ke sumber penumpang agar order masuh ke aplikasinya, akibatnya menjaga jarak tak bisa dilakukan, dan warga +62 itu happy-happy aja, seolah yakin bahwa dirinya kebal terhadap virus.
Walau tak ada penumpang didapat, sekedar rokok atau minuman ringan selalu ada yang siap mentraktir, jadi mereka sangat nyaman di pangkalan.
Apakah mereka nakal atau terlalu senang kumpul-kumpul, budaya sejak ratusan tahun lalu, kalo kamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H