Lihat ke Halaman Asli

Dedi Dwitagama

Pengamat Pendidikan

Miskin Tenteram

Diperbarui: 16 November 2018   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

"Bapak bangga kamu sudah memiliki sepeda motor." Bapaknya Iwan berkata serius pada anaknya pada suatu malam.

"Iya Pak, Saya akan bekerja serius supaya bisa membayar kredit motor setiap bulannya." Jawab Iwan kepada Bapaknya.

Ada perasaan bangga pada keluarga itu, terasa tingkat kesejahteraan rumah tangganya telah meningkat dengan keberadaan satu unit sepeda motor, sebuah keberhasilan pencapaian setelah belasan tahun menyekolahkan anaknya hingga sekolah lanjutan tingkat atas. 

Sebelum dan setelah pulang kerja, secara bergantian anggota keluarga memanfaatkan sepeda motor untuk berbagai keperluan, ke tempat yang dekat hingga ke lokasi yang jauh ratusan kilometer. Saat lebaran tiba, sepeda motor jadi alat transportasi ke kampung halaman dan digunakan wara-wiri berkunjung ke rumah sanak famili.

Penghasilan Iwan, setiap bulan mayoritas habis untuk membayar angsuran kredit motor, membeli bensin dan servis. Untuk makan, Iwan terbiasa makan di warung tegal, atau di warung-warung nasi yang murah, agar sisa penghasilannya cukup untuk sebulan.

Iwan tak pernah bisa menabung, jika dia sakit, maka ada pengeluaran tambahan untuk ke dokter dan membeli obat, hal ini membuat uangnya habis lebih cepat sebelum tanggal gajian, biasanya kekurangan biaya untuk membeli bensin atau mengangsur cicilan diberikan oleh orang tuanya. 

Ketika terjadi kecelakaan di jalan, kala Iwan sedang berkendara dengan kecepatan cukup tinggi tiba-tiba terperosok ke dalam lubang yang tertutup air hujan dan mengakibatkan sepeda motor jatuh hingga beberapa bagian ringsek, memutuhkan biaya perbaikan hingga jutaan rupiah, membuat angsuran bulan itu tak bisa terbayarkan. Iwan dan keluarganya was-was karena banyak cerita aksi debt kolektor yang beraksi di jalan-jalan umum merampas sepeda motor yang menunggak pembeyaran kreditnya.

"Kalau badanmu masih sakit karena jatuh dari motor, lebih baik naik angkutan umum saja ke tempat kerjamu." Saran Ibunya Iwan melihat anaknya masih belum sehat.

"Kalau naik angkutan umum sangat boros Bu, penghasilan Saya tak cukup untuk biaya transport selama sebulan, belum lagi biaya untuk makan siang, dsb." Argumentasi Iwan kepada Ibunya.

Perasaan nyaman bisa bepergian kesana kemari dengan sepeda motor ditambah dengan rasa sejahtera yang lebih karena memiliki kendaraan yang berharga belasan juta membuat keluarga itu merasa hidup mereka lebih sejahtera. Mereka tak sadar bahwa mereka masih hidup miskin. 

Masalah ketersediaan angkutan umum untuk warga negara harusnya menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan jalan, sarana dan lainnya sehingga penduduk bisa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan mudah. Janji-janji kampanye calon kepela daerah dan presiden seolah dilupakan oleh yang berjanji dan rakyatnya yang mendengar janji saat kampanye, karena walau hidupnya miskin mereka merasa tenteram karena roda yang masih menggelinding. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline