Kejernihan air lautnya, pantai perawan yang banyak pilihannya, ada air terjun, kuiliner makanan laut yang segar terus menggoda untuk kembali ke sana. Budaya masyarakat yang unik membuat refreshing jadi lebih menggigit, suasana banyak kedai, tempat seperti restoran atau warung makan yang buka sejak subuh hingga tengah malam hampir selalu dipenuhi oleh masyarakat dengan berbagai topik, mirip warung-warung kopi di Aceh, kita bisa menikmati kopi ditemani makanan kecil dan menu utama memenuhi jadwal makan kita. Ada keramba yang membudidayakan ikan napoleon yang kabarnya di jual ke negeri lain dengan harga yang sangat mahal karena berkhasiat sebagai obat kuat.
Bercengkerama dengan penduduk asli di lobby hotel saya merasakan suasana yang khas, berbeda ketika saya berbincang dengan penduduk di Pekan Baru, Batam yang tak jauh dari Tarempa. Rupanya hal itu disebabkan sejarah panjang penduduk Tarempa yang berinteraksi dengan warga negara dari berbagai negara karena letaknya di jalur pelayaran dunia.
Selesai sholat shubuh di Masjid Jami' Baiturrahim saya mencium aroma kopi di seduh dari kedai-kedai di jalan menuju masjid yang membuat kaki saya terhenti dan berbelok untuk mampir ke kedai yang di dalamnya sudah ada beberapa pengunjung akrab bercengkrama sambil menikmati kopi, kue dan menu sarapan pagi. Penyuplai kue datang bergantian mengantarkan produk mereka untuk dijual di kedai selain makanan yang dibuat di kedai itu. Tampaknya pengunjung yang datang ke kedai saling mengenal satu sama lain, suasana kedai sudah ramai sebelum matahari menampakkan dirinya.
Semoga lingkungan di Tarempa terus terjaga, upaya promosi destinasi wisata disana seharusnya terus digencarkan agar makin banyak turis yang datang kesana. Anda sudah pernah kesana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H