Lihat ke Halaman Asli

Balada Bus Jemputan

Diperbarui: 17 Agustus 2016   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bus jemputan pns: megapolitan.kompas.com

Hampir semua perusahaan yang berada didaerah kawasan industri pasti mempunyai modal angkutan yang tersohor yaitu "bus jemputan". Siapa yang tidak kenal dengan bus jemputan, dari yang ukuran kecil dan besar dengan segala rupa macam dan warnanya. Setiap waktu pergi dan pulang kerja, dijalanan pasti banyak lalu lalang bus jemputan yang menaikkan dan menurunkan penumpang yang silih berganti dengan transformer seperti optimus prime, megatron dan kawan-kawannya. Namanya juga dekat kawasan industri jadi kendaraannya sekelas transformer semua, hehe.

Barisan-barisan orang rapih berdiri ditempat-tempat pemberhentian bus, mereka itu bukan barisan para mantan dan juga bukan pasukan berani mati, tapi mereka adalah pasukan garda terdepan yang siap memberi kode dengan muka yang penuh pengharapan dan tangan yang siap melambai kepada supir bus untuk berhenti dan mengangkut mereka. Biasanya orang-orang seperti itu ialah wanita-wanita yang selalu diberi harapan dan butuh kepastian. Berbeda bila laki-laki yang berada diposisi itu, pasti bus akan berhenti jauh dari tempat yang seharusnya dan sambil berlari menaiki bus tersebut. Memang sudah garisnya seperti itu ya sepertinya.

Bagi setiap karyawan yang bekerja di daerah kawasan industri dan difasilitasi transportasi bus jemputan, mereka dituntut untuk kuat dalam hafalan dan disiplin waktu. Kenapa dituntut seperti itu? Karena jika kita tidak hafal bus jemputan dari perusahaan tempat kita bekerja, maka bisa-bisa kita salah naik bus jemputan perusahaan lain dan itu malunya bikin kepala kita pening, dan disiplin waktu disini maksudnya jika sudah ditentukan untuk menunggu ditempat A jam sekian, maka kita harus sampai di tempat A jam sekian juga. Jika lewat dan kita sedang kurang beruntung, maka disitulah ada rejeki untuk tukang ojeg kawasan, hehe.

Selain dituntut untuk kuat dalam hafalan dan disiplin waktu. Para karyawan tersebut juga dituntut untuk sabar. Kenapa sabar? Bayangkan saja, jika waktu kerja anda di shift, saat itu anda masuk siang. Di bawah terik matahari, kita harus sabar menunggu. Tak jarang kita menunggu lebih awal karena takut ketinggalan jemputan bukannya tidak mau membagi rejeki dengan ojeg kawasan, tapi tanggal gajian masih jauh didepan, uang sudah pindah tangan ke penjual tas, sepatu, pakaian, minuman, jajanan, dan makanan. Aaahh terlalu banyak pengeluaran. Terkadang bus jemputan telat datang menjemput, sudah duduk dengan posisi termanis sampai termalas bus jemputan belum juga datang. Kalau sudah begitu raut muka sudah tak tau bentuknya, make up sudah tertutup dengan debu jalanan, minyak wangi sudah menguap berganti dengan bau asap. Bisa sampai satu jam lebih menunggu bus jemputan yang telat datang dan sesampainya diperusahaan langsung lari-larian buat absen masuk. Sabar ya. 

Kemudian, selain dituntut ketiga hal diatas, ada lagi yang lebih penting. Yaitu insting. Kenapa ?. Hal itu sangat diperlukan. Apalagi saat pulang dari kerja malam. Rasa lelah setelah bekerja semalaman, maka saat pulang di bus jemputan yang ber-AC, tempat duduk yang empuk dan ada kemacetan. Dijamin bulu mata ingin segera disulam alias tidur. Maka saat-saat inilah insting sangat diperlukan. Jika tidak, maka siap-siap anda kebablasan. Jika sudah kebablasan tipsnya "jangan panik". 

Karena jika ada yang melihat kepanikan anda maka semua mata akan tertuju kepada anda dan apa yang anda rasakan, aahh malu. Maka dari itu, jangan panik, tetap santai, dan segera turun ditempat pemberhentian selanjutnya. Satu hal lagi dari bus jemputan yang fenomenal. Siapapun itu supirnya, umur berapapun itu supirnya. Pasti ada sebutan yang sudah terlanjur dinobatkan " babeh". Entah hanya diperusahaan ditempat saya bekerja atau ditempat lain juga seperti itu. Entahlah. Yang penting babeh jangan telat jemput.

Salam,

Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline