Lihat ke Halaman Asli

Kemajuan pada Zaman Abbasiyah Akibat Diplomasi

Diperbarui: 2 November 2019   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai sebuah kekhalifahan , sebuah dinasti yang berkuasa lebih dari loma abad, dinasti
abassiyah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu
pengetahuan dan peradaban islam. Kemajuan kumajuan yang telah terlaksanakan dalam bidang
bidang pastinya tidak akan terlepas dari proses diplomasi an baik antara kedua belah pihak
KEMAJUAN DI BIDANG KEAMANAN
Pembahasan yang akan saya bahas kali ini adalah diplomasi bani abasiyah di bidang politik
dan militer, di antara perbedaan karakteristik yang sangat mencolok antara pemerintahan dinasti
umayyah dan dinasti abbasiyah terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya.
Pemerintahan Dinasti Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya
perluasan wilayah kekuasaan. Sementara pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan
diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa
pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Salah satu
cara agar segala urusan militer berjalan dengan rapi dan sesuai harapan maka di buatlah
departemen keamanan yaitu Diw a n ul Ju n di . Departemen inilah yamg mengatur semua yang
berkaitan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas
kenyataan politik militer bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi
pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
KEMAJUAN DALAM BIDANG ILMU PENGETAHUAN.
Banyak dari berbagai keberhasilan dinasti bani abbasiyah salah satunya dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahyan sains dan peradaban islam secara menyeluruh. Tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mendukung seperti kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap
masyarakat non Arab (Mawali), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama
melingkupi kehidupan mereka. Mereka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat
untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang pernah
ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya
KEMAJUAN DALAM ILMU AGAMA ISALAM.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam ini khususnya tidak lepas dari dukungan
penuh dan dorongan para ulama ulama pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan
moral, material dan finansial, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemerintah ini

membuat para ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga
mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban
Islam. Diantara ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu hadist, ilmu
tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf, dan dinasti ini berlangsung lebih kurang lima abad da di kenang
sebagai masa kejayaan ilmu pengetahuan
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan
tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :
1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari
masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan
ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembagalembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan zaman.
3. Terjadinya penyebrangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa pada
wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang
lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh karena hal-hal
tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem yang ada.
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut
pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah
Bani Abbasiyah I antara lain:
1. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para
pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
2. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi
sosial dan kebudayaan.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
4. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
5. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214)..
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama
kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah
tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah
berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri
misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau
Spanyol, Daulah Fatimiyah. Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras
terhadap Bani Umayah. dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang
Wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan Wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi
lagi menjadi 2 yaitu:
1) Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu
Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet). JipWazirnya berkuasa penuh untuk memimpin
pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai
pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah (Lapidus,1999:180). Selain itu, untuk
membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama
Diw a n ul Kita a b a h (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang R ais ul K utta b (sekretaris
negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan
(menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan A n - Nid
h a m ul Id a r y Al- M a r k a z y . Selain itu, dalam zaman Daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan
perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan
budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline