Budaya literasi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dengan hasil riset PISA pada 2019 yang menyatakan bahwa Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasinya. Salah satu penyebab rendahnya literasi adalah belum optimalnya perpustakaan sebagai jasa penyedia informasi khususnya di sekolah dasar, dimana merupakan tempat pondasi awal anak untuk membudayakan berliterasi.
Berdasarkan data statistik tahun 2017/2018 jumlah perpustakaan di Indonesia adalah 153,6, sedangkan jenjang pendidikan SD sendiri hanya memiliki jumlah perpustakaan sebanyak 103,9 ribu atau sekitar 70,11% , ini berarti ada sekitar 29,89% jenjang pendidikan sekolah dasar yang tidak memiliki perpustakaan padahal menurut UU No 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa setiap sekolah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standart nasional. Belum lagi bahan bacaan di beberapa perpustakaan di sekolah dasar yang minim, banyak buku paket dari kurikulum lama hingga kurikulum baru yang berjejer dan berdebu. Minimnya bacaan yang bermutu ini juga mempengaruhi minat membaca siswa di sekolah.
Minimnya buku bacaan yang ada di perpustakaan serta tidak adanya pustakawan membuat perpustakaan cenderung amburadul, dan lebih ironisnya ini banyak terjadi di sekolah dasar. Padahal anak diusia sekolah dasar merupakan pondasi awal untuk membiasakan berliterasi. Untuk itu Menteri Pendidikan Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan terobosan Merdeka Belajar Episode ke-23 yaitu "Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia". Episode ini diluncurkan untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia akibat rendahnya kebiasaan membaca sejak dini.
Dalam hal ini Kemendikbudristek menghadirkan berbagai terobosan untuk meningkatkan literasi anak-anak Indonesia mulai dari menambah jumlah eksemplar buku, jumlah judul buku, jenis buku yang dikirimkan, pendekatan yang dilakukan dalam mendistribusikan buku, sampai pemilihan sekolah yang menjadi penerima pengiriman buku. Selain itu kemendikbudristek juga menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima.
Hal ini merupakan terobosan yang luar biasa karena menurut pengalaman penulis, ketika anak-anak kelas rendah terutama kelas 1 dan 2 di bangku sekolah dasar masuk ke perpustakaan hanya beberapa saja yang mengambil buku untuk dibaca sisanya mereka akan bermain bersama teman. Guru dan tenaga perpustakaan harus memiliki ketrampilan untuk menjadikan anak-anak ini gemar membaca seperti membacakan secara nyaring, memberikan reward bagi anak yang sering berkunjung ke perpustakaan, mengadakan lomba literasi seperti story telling, menulis cerita dan lainnya yang dapat meningkatkan kemauan dan kemampuan anak untuk berliterasi.
Untuk itu langkah kemendikbudristek selain memberikan buku yang bermutu juga menyediaan pelatihan pedampingan merupakan langkah yang sangat tepat. Berdasarkan pengalaman penulis kalau kita hanya menyuruh siswa untuk berliterasi tanpa adanya pedampingan dan ketrampilan untuk menjadikan literasi itu hal yang menyenangkan sehingga merupakan suatu kebutuhan niscahya kemampuan literasi kita hanya jalan ditempat atau bahkan mengalami kemuduran. Selain itu guru sebagai tenaga pendidik hendaklah memberi teladan atau contoh untuk selalu berliterasi, karena jika tidak keinginan untuk meningkatkan kemampuan literasi anak bangsa hanya sebuah retorika belakah sebab sejatinya guru adalah figur dan panutan dalam berliterasi.
Begitu pentingnya literasi hingga mantan wakil presiden kita Drs Mohammad Hatta pernah berkata "Selama dengan buku, kalian bisa memenjarakan aku dimana saja, karena dengan buku, aku merasa bebas". Kita juga tahu bahwa tokoh-tokoh pemimpin dunia yang mampu menggerakkan perubahan dunia adalah orang yang gemar membaca seperti Nelson Mandella, Ir Soekarno, Mahatma Gandhi dan banyak masih banyak yang lainnya.
Kita juga pernah mendengar bahwa Peradaban islam dulu pernah jaya dimasa Dinasti Abbasiyah perpustakaan yang dibangun Harun Ar Rasyid pernah mencapai puncak kejayaannya karena tingginya kemampuan literasi. Kita juga tahu bahwa negara-negara yang maju seperti Finlandia, Belanda , Jepang adalah negara yang memiliki budaya literasi yang tinggi. Sejatinya kemajuan peradaban bisa dilihat dari besarnya perpustakaan, banyaknya referensi bacaan yang bermutu serta tingginya minat baca masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H