Lihat ke Halaman Asli

Dwi Purnawan

Saya adalah seorang pegiat literasi digital dan jurnalis di salah satu media online lokal di Jawa Timur

Going to Extra Miles untuk Kesejarahan Personal Kita

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1331689154628204435

[caption id="attachment_176286" align="alignright" width="300" caption="Ustadz Salman"][/caption] Going to extra miles, begitulah kalimat yang terucap dari seorang ustadz, bernama ustadz Salman ketika mendapati anak asuhnya yang bernama Alif, masih saja begitu asyik dan menikmati proses pembelajaran dilarut malam, disaat yang lain sedang tertidur. Going to extra miles adalah ungkapan yang multitafsir, pada review saya yang pertama ini, saya akan mencoba menafsirkan makna kalimat tersebut, setidaknya menurut saya pribadi. Dan memang, buku Negeri 5 Menara yang telah dijadikan film cukup memberikan pesan moral akan kesungguh – sungguhan yang harus didahulukan ketika ingin berhasil menggapai sesuatu.

Saya pribadi sebenarnya sangat dekat juga dengan latar pembuatan film Negeri 5 Menara yang barangkali dengan penayangannya, cukup membuktikan bahwa masih ada film di Indonesia yang berupaya memberikan makna moral dan pesan nasihat kepada generasi pewaris bangsa. Nama Ponorogo sendiri tak cukup asing ditelinga saya, bahkan ketika momentum gerbang Ponorogo terlintas dalam salah satu adegan film, saya cukup histeris, ternyata Ponorogo yang kota kecil itu bisa juga masuk film, begitu fikir saya. Tapi saya tidak akan membicarakan Ponorogo disini, hanya ingin membedah satu pemaknaan kalimat inspiring, going to extra miles.

Going to extra miles, tidak menyerah begitu saja, begitu makna yang tepat untuk menggambarkan nasihat ustadz Salman pada malam itu kepada salah satu santrinya yang bernama Alif. Salah satu yang melatarbelakangi kalimat tersebut adalah tentang urgensi ilmu, pentingnya sebuah ilmu bagi peradaban yang bermartabat. Going the extra miles. Tidak menyerah dengan rata-rata. Kalau orang belajar 1 jam , dia akan belajar 5 jam. Kalau orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo. Kalau orang menyerah di detik ke 10 ,dia tidak akan menyerah sampai di detik 20. Karena itu mari kita budayakan Going the extra Miles, lebihkan usaha, waktu, upaya, tekad, dan sebagainya dari orang lain. Begitu sedikit isi dari petuah ustadz Salman ketika itu.

Kekuatan tekad lah yang nantinya akan membuat kita mencapai puncak kesejarahan personal kita. puncak kesejarahan personal adalah satu momentum dimana kita telah menorehkan sejarah dalam hidup kita, dan hal itu tidak akan dilupakan oleh siapapun dalam hidup ini. Orang – orang disekitar akan menangis tatkala kita pergi meninggalkan dunia, dan sementara kita akan tersenyum saat meninggalkan dunia, inilah yang saya maksud dengan puncak kesejarahan personal.

Dan cara yang paling efektif untuk menuju puncak kesejarahan personal itu adalah, tak lain dan tak bukan seperti apa yang disampaikan Ustadz Salman dalam petuahnya, going to extra miles. Membudayakan untuk melebihkan usaha, tidak menyerah begitu saja akan keadaan sekarang. Memiliki semangat belajar yang tinggi, inilah pemaknaan lain dari kalimat going to extra miles Ustadz Salman. Karakter – karakter juara itu harus senantiasa dihidupkan dalam jiwa kita, jiwa – jiwa kepahlawanan itu harus diletupkan dalam dada kita, dan kuncinya adalah, going to extra miles, membudayakan untuk berbuat lebih dari yang diperbuat orang lain, inilah kuncinya. Sekali lagi, going to extra miles.

Kalau kita korelasikan kalimat going to extra miles dalam Film Negeri 5 Menara tersebut, dengan kondisi aktual negeri ini, akan sangat memiliki hubungan yang erat, akan sangat cocok diterapkan ditengah kondisi bangsa yang serba pragamatis, serba pasrah dengan keadaan, dan seakan – akan seperti mayat hidup yang sedang menunggu matinya negeri ini.

Tentu kita sangat tidak ingin untuk melihat bangsa yang memiliki romantika sejarah yang dahsyat ini hilang dari peradaban begitu saja, tentu kita tak ingin melihat bangsa ini kembali jatuh ke jurang yang terdalam dalam konteks pudarnya pesona kebangsaan kita. Dan kita tentu sangat optimis bahwa suatu saat, kita sangat yakin bahwa Bangsa ini akan kembali ke puncak kejayaannya, akan memegang tongkat estafet kepemimpinan global yang cukup panjang. Dan kuncinya adalah, terletak pada ikhtiar para anak negerinya, salah satunya dimulai dengan membudayakan going to extra miles sebagai bagian dari melatih mental kepahlawanan.

Mengapa saya katakan mental kepahlawanan? Sebab tentu kita memahami bahwa negeri kita Indonesia ini sedang mengalami krisis kepahlawanan. Padahal, idealnya bangsa besar harus dipegang oleh pra pahlawan, pekerjaan – pekerjaan besar hanya bisa diselesaikan oleh orang – orang yang memiliki naluri kepahlawanan. Dan naluri kepahlawanan itu hanya dapat dicapai dengan membudayakan jiwa kepahlawanan dalam Jiwa kita.

Semoga hari ini semangat kita adalah semangat untuk going to extra miles, semoga semangat kita hari ini dan seterusnya adalah semangat para pahlawan, tidak akan pernah berhenti bergerak sampai kelelahan lelah mengikuti kita, semoga hari ini semangat kita adalah dalam rangka untuk mengembalikan kesejarahan personal kita, mengembalikan kejayaan bangsa kita. Seperti Alif, Baso dan teman – temannya di Shahibul Menara.

Mari, going to extra miles untuk menuju kesejarahan kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline