Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Peluang Cerdas Kreatif atau Penipuan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ini memang bukan berita baru, tapi ijinkanlah saya membagi (lagi) seputar kabar tentang krisis yang mendulang sekeranjang emas. Di tengah polemik susahnya mendapatkan pekerjaan di Negara ini, sekelompok orang muncul dengan sebuah strategi pemikiran bisnis yang tepat sasaran. Sekarang apa sasaran mereka? Ya benar, sasarannya adalah para pencari kerja yang merasa putus asa dalam menekuni pencarian pekerjaan. Pemikiran bisnis itu terbalut dalam sebuah warna biru dan putih dengan logo 3 huruf yang memiliki kepanjangan MITRA UTAMA GLOBAL alias MUG. [caption id="attachment_126441" align="aligncenter" width="300" caption="Logo P.T MUG ( foto : www.google.co.id )"][/caption] Mengapa saya mengulik hal ini (lagi)? Berujung dari sebuah panggilan telefon dari salah satu kerabat dekat saya yang kebetulan bertempat tinggal di Surabaya juga, yang mengatakan bahwa “akhirnya” dia mendapatkan sebuah pekerjaan. Kerabat saya telah malang melintang dalam menekuni dunia pencarian kerja. Ya betul, dia sulit mendapatkan pekerjaan. Kerabat saya adalah seorang Sarjana dari sebuah kampus di Surabaya. Penampilan dan kemampuannya dalam menangani masalah pun saya lihat cukup mumpuni untuk mendapatkan predikat seorang “pekerja”. Namun tidak demikian sepertinya ketika saya mendapatkan laporan via telefon itu. Kerabat saya mengaku bahwa dia telah diterima kerja dan bertanggung jawab untuk mencari beberapa kandidat yang memiliki gelar “pengangguran”. Waah, saya pikir dia mendapatkan sebuah pekerjaan di area HRD (Human Resource Department), lumayan juga untuk seorang anak bawang yang baru saja memulai karirnya.

Saya pun bertandang ke rumahnya dan mulai menyuntikkan berbagai interogasi tentang keberuntungan yang baru saja dia peroleh. Dia berkata bahwa dia harus menyerahkan uang dengan nominal Rp 500,000 di muka sebagai syarat diterima kerja serta pelunasan biaya pelatihan dan biaya lulus tes kesehatan serta tes kepribadian. Kerabat saya pun dengan senang hati menunjukkan dokumen kontrak kerja yang telah dia tanda tangani dengan “sukarela”. Setelah saya baca dengan seksama, saya pun mengerti seperti apa sebenarnya area kerja kerabat saya itu. Saya pun dengan gamblang mengutarakan semuanya kepadanya, dan dia pun terlonjak kaget.

“Aah masa?? Yang benar?? Jadi saya harus menggaet orang yang sedang kebingungan mencari kerja dengan alih-alih gaji besar yang nantinya akan bernasib seperti saya?” dia berkata.

Saya pun tertawa terbahak-bahak. Merasa ditipu, kerabat saya pun marah.

Saya kemudian berkata “Kamu ini sarjana, bisa membaca pula. Apa kamu tidak membuka pikiranmu dengan jelas ketika berhadapan dengan orang yang bersangkutan di P.T MUG tersebut?”.

Dia pun menimpali “Ya, waktu itu kan saya sedang bingung, sekaligus kaget karena akhirnya dapat pekerjaan juga. Apalagi tidak meminta syarat yang aneh-aneh. Ya saya langsung iyakan”.

Ternyata kerabat saya itu sudah benar-benar pusing dan stress dalam mendapatkan pekerjaan dan saya pun memahami apa yang dia rasakan.

[caption id="attachment_126446" align="aligncenter" width="300" caption="Bangunan P.T MUG di area RUKO, Kenjeran, Surabaya (foto : koleksi pribadi )"][/caption]

Keesokan harinya, saya langsung meluncur ke tempat yang diinformasikan oleh kerabat saya itu, tidak lain tidak bukan “P.T MUG” di sebuah area RUKO, Kenjeran, Surabaya. Saya sangat tertarik menelusuri cara kerja mereka, karena hal ini saya anggap sebuah usaha yang sangat kreatif sekali di tengah-tengah krisis pencarian kerja jaman sekarang. Saya pun tiba di sana. Setelah saya amati kantornya pun tidak mencerminkan sebuah perusahaan besar. Kampungan malah. Dengan selembar banner besar terbuat dari bahan plastik, mereka rupanya cukup percaya diri dalam menggaet kandidat "korban". Saya pun melakukan segala rentetan birokrasi yang dilakukan oleh kerabat saya saat dia berada di P.T MUG. Saya membayar sejumlah uang dan saya dipertemukan dengan sang “Kepala Cabang”. Kami pun bertemu dan saling menjabat tangan. Dia berkata “Selamat pagi, nama saya Ahmad. Saya adalah Brain Manager di kantor ini”. What??? Brain Manager?? Oh my God, this guy is a moron! Tapi lebih bego kerabat saya ketimbang dia (hahahahahahaha).

[caption id="attachment_126444" align="aligncenter" width="300" caption="Ruang penerimaan tamu P.T MUG ( foto : koleksi pribadi )"][/caption]

Saya pun berbincang dengan dia cukup lama dan saya berkata “Anda ini kepala cabang ya? Penampilan Anda tidak mewakili jabatan Anda rupanya”.

Dia menimpali “Apa?? Maksud Anda berkata seperti itu apa?”.

Saya merespon “Ya, saya akan ulangi lagi perkataan saya. Anda itu sama sekali tidak mencerminkan seorang kepala cabang, lebih terlihat seperti salesman yang tidak mandi selama 1 bulan”.

Si kepala cabang membalas dengan nada tinggi “Hmm as, kalo ngomong yang sopan ya!”.

Saya pun membalas dengan senyum mencibir “Hmm, kepala cabang itu harus bijaksana dan bisa jaga emosi. Jika tidak bisa Anda kembali saja ke pekerjaan Anda sebelumnya, SALESMAN”.

Spontan dia menggebrak meja dan langsung beranjak dari kursinya serta menunjuk muka saya dengan tangan dan kuku-kukunya yang hitam. Benar-benar lucu orang ini. Saya pun sudah siap jika dia mengajak saya untuk adu jotos, paling-paling saya dikeroyok dan pulang dengan ambulan. Tak masalah itu, saya siap. Ternyata yang saya bayangkan tidak terjadi. Si kepala cabang pun kembali duduk dan berbincang dengan saya. Sangat menarik sekali.

Saya pun melanjutkan perkataan saya, “Oh jadi perusahaan ini bergerak di bidang MLM toh. Sangat kreatif. Menjual sesuatu yang sangat diidam-idamkan. PEKERJAAN! Saya sangat salut pada Anda dan pimpinan Anda, benar-benar bisa melihat peluang bisnis yang bagus, dengan target para panganguran”.

Si kepala cabang tidak berkata sedikit pun. Saya punberanjak dari kursi dan pamit pulang. Tak lupa, saya sabet kembali uang saya yang saya taruh di meja dia dan tersenyum puas.

Sekarang saya kembalikan hal ini kepada Anda semua para Kompasianer. Apakah ini termasuk sebuah usaha cerdas kreatif untuk mengatasi problematika pengangguran yang semakin membludak di saat ini atau hanya sebuah usaha penipuan menembak pangsa pasar baru belaka?

( background mp3 : Pengangguran by Ahmad Albar, www.4shared.com )




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline