Demokrasi adalah salah satu pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sejak negara ini merdeka, proses demokratisasi terus berkembang, meskipun tantangan dalam implementasinya tetap ada. Namun, tahukah Anda bahwa proses demokrasi di Indonesia sebenarnya dimulai jauh sebelum seseorang memasuki dunia politik praktis? Ya, pendidikan adalah sarana pertama yang mengajarkan anak bangsa tentang makna demokrasi dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Gambar yang menunjukkan pemilihan Ketua OSIS di SMPN 15 Mataram, yang merupakan bagian dari rangkaian pemilihan ketua OSIS di tingkat sekolah, menjadi contoh nyata bagaimana demokrasi pertama kali diperkenalkan. Proses pemilihan ini tidak hanya melibatkan pencoblosan nama kandidat, tetapi lebih jauh lagi, mengajarkan siswa tentang pentingnya hak suara, pilihan, dan tanggung jawab. Bagi banyak siswa, inilah pengalaman pertama mereka dalam berdemokrasi. Bahkan, sejak di bangku SD, mereka sudah mulai belajar memilih pemimpin yang mereka anggap mampu mengayomi teman-teman sekelas. Namun, bagaimana pendidikan demokrasi ini berkembang dan berlanjut hingga ke dunia perguruan tinggi?
Pendidikan Demokrasi di Sekolah: Langkah Awal Menuju Pemahaman Demokrasi
Pendidikan demokrasi dimulai di bangku sekolah, di mana siswa diperkenalkan dengan konsep dasar demokrasi melalui kegiatan pemilihan umum seperti pemilihan ketua kelas atau ketua OSIS. Di tingkat sekolah dasar (SD), siswa sudah dikenalkan dengan pemilihan ketua kelas. Meskipun pemilihan ini lebih sederhana, namun nilai-nilai dasar demokrasi seperti kebebasan memilih, keadilan dalam proses pemilihan, dan pentingnya suara setiap individu sudah mulai diajarkan.
Seiring berjalannya waktu, pengalaman berdemokrasi di sekolah semakin kompleks. Di tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), proses demokrasi semakin nyata dengan adanya pemilihan ketua OSIS yang sering kali melibatkan berbagai tahap pemilihan, debat kandidat, hingga proses kampanye yang melibatkan siswa dalam diskusi tentang visi dan misi para calon pemimpin. Proses ini sangat mirip dengan pemilu yang akan mereka hadapi kelak, baik itu pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan umum (Pemilu).
Namun, bukan hanya sekadar memilih pemimpin, pendidikan demokrasi di sekolah juga mengajarkan siswa untuk menghargai perbedaan pendapat, menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Proses pemilihan ketua OSIS, misalnya, melibatkan seluruh siswa untuk memilih pemimpin mereka melalui mekanisme yang sah, menunjukkan bagaimana proses demokrasi dijalankan dalam skala yang lebih kecil.
Pendidikan demokrasi di sekolah juga menyentuh aspek kehidupan sosial, seperti saling menghargai perbedaan, membangun sikap toleransi, dan memahami pentingnya gotong royong dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini adalah landasan yang sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang demokratis dan inklusif.
Pendidikan Demokrasi di Perguruan Tinggi: Membangun Pemimpin Masa Depan
Pendidikan demokrasi di tingkat sekolah memang sangat penting, tetapi perjalanan berdemokrasi tidak berhenti di sana. Perguruan tinggi memainkan peran yang jauh lebih besar dalam membentuk karakter demokratis bagi mahasiswa. Di kampus, proses demokrasi menjadi lebih kompleks dan mendalam, di mana mahasiswa tidak hanya belajar memilih pemimpin melalui pemilihan Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) atau Ketua DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), tetapi juga berpartisipasi dalam kegiatan eksekutif dan legislatif kampus yang mengajarkan mereka tentang pembuatan kebijakan, debat, dan pengambilan keputusan.