Lihat ke Halaman Asli

Negosiasi: Sebuah Strategi Menangani Konflik

Diperbarui: 17 Juni 2021   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://www.aa.com.tr/id/

Apa itu Konflik

Pernahkah pembaca mengalami konflik? Apakah konflik itu sudah selesai atau masih sedang berlangsung? Apa yang pembaca lakukan untuk menangani konflik tersebut?

Semua orang rasanya pernah mengalami konflik. Walaupun demikian, konflik pada dasarnya merupakan sebuah persepsi. Karena itu, apabila tidak ada yang menyadari konflik tersebut, maka hampir selalu tidak ada konflik yang terjadi. Konflik biasanya bermula saat terjadi pertentangan atau ketidaksesuaian.

Secara luas konflik diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif, atau akan berpengaruh secara negatif terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak pertama. Ini sejalan dengan pemikiran bahwa konflik adalah sebuah persepsi. Persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau bahkan masih akan memengaruhi secara neagtif.

Dalam sebuah organisasi, konflik yang terjadi sering kali disebabkan oleh ketidaksesuaian tujuan, perbedaan atas interpretasi kenyataan, ketidaksepakatan yang berdasarkan ekspektasi atas perilaku dan lain sebagainya. Konflik bisa saja berwujud sebagai sesuatu yang hampir tidak kentara ataupun tindakan terang-terangan. Contoh konflik yang tidak kentara misalnya dengan menghindari orang lain. Sementara konflik terang-terangan misalnya dengan melakukan demo.

Ada dua pandangan berbeda dalam konflik. Pandangan pertama yaitu pandangan tradisional. Pandangan ini berpendapat bahwa konflik selalu berdampak buruk. Karena itu, pandangan ini menilai konflik selalu harus dihindari.

Sementara itu pandangan lainnya adalah pandangan interaksionis. Pandangan ini berpendapat bahwa konflik bisa jadi merupakan konflik fungsional dan disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang berdampak positif diharapkan akan mendukung tujuan kelompok, meningkatkan kinerja, bahkan bisa bersifat konstruktif. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang berdampak negatif yang dapat merintangi kinerja kelompok bahkan bersifat destruktif (menghancurkan). 

Contoh konflik fungsional ialah para karyawan di suatu perusahaan yang memperebutkan reward atas kinerja dan produktivitas masing-masing sehingga mendukung kenaikan performa perusahaan. Contoh lainnya ialah protes yang dilakukan oleh Gandhi di India untuk menentang Inggris. Hal ini berefek positif dalam membangun jalan kemerdekaan India. 

Sedangkan contoh konflik disfungsional ialah pertengkaran antara pihak keuangan dengan pihak pemasaran di perusahaan dikarenakan adanya perbedaan pendapat yang mengedepankan kepentingan pribadi dalam kelompok. Contoh lainnya ialah pembantaian yang dilakukan G30S/PKI dalam mengangkat ideologi komunisme. Hal ini membuat orang Indonesia menjauhi komunisme dan memandang Rusia dan Cina sebagai negara yang tidak boleh ditiru pada masa itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline