Lihat ke Halaman Asli

Dwinita Ratnasari

Gembel tapi Hidup

Transformasi Gauk, Sirine Tua di Plengkung Gading

Diperbarui: 16 November 2019   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu gauk yang terdapat di Pelengkung Gading, Yogyakarta|Dokumentasi pribadi

Gauk atau sirine tua yang tersebar di berbagai daerah kota Yogyakarta saat ini sudah mulai dilupakan kegunaannya. sirine tua ini berbentuk seperti terompet besar yang terpasang di puncak menara atau bangunan tinggi. 

Pada zaman penjajahan, bunyi gauk sering difungsikan sebagai media informasi untuk peringatan hari besar dan tanda akan datangnya musuh atau peperangan. 

Saat ini tinggal beberapa sirine yang masih terpasang di beberapa tempat di Yogyakarta seperti bekas Hotel Tugu, bangunan sebelah selatan Pasar Beringharjo, di menara Bioskop Permata dan di Plengkung Gading.

Menurut Dwi Wiyanarko selaku orang yang bertanggung jawab membunyikan gauk di Plengkung Gading saat ini, kata gauk merupakan istilah bahasa Jawa dan kata tersebut diambil dari bunyi yang keluar dari alat tersebut. 

Bentuk gauk atau sirine tua mirip seperti tiga terompet dengan arah melingkar, panjang sekitar 30-50 cm, diameter 15 cm, terbuat dari logam yang digerakkan oleh listrik sehingga gema suara merata ke seluruh penjuru. 

Suara gauk dapat didengar di seluruh penjuru wilayah hingga pedesaan yang di sekitar Yogyakarta. 

Seiring berkembangnya zaman, dengan pembangunan gedung-gedung bertingkat dan keramaian kendaraan yang menyebabkan polusi suara cukup tinggi saat ini memperpendek jangkauan suara.

Sejarah fungsi gauk dari masa ke masa berdasarkan keterangan dari Aji Slamet Riadi selaku Takmir Masjid Nurul Islam:

  • Menara gauk di Plengkung Gading didirikan 1930 sebagai peringatan tanda bahaya udara. Pengoperasian sirine di bawah pengawasan LBD (Lucht Beschering Dienst).
  • Peringatan Serangan 1 maret 1949 menjadi identik dimulainya pelaksanaan serangan oleh TNI dan laskar dalam kota "hantu maut".
  • Era 70an digunakan untuk peringatan hari penting negara, acara penting di kraton Yogyakarta seperti Wiyosan Dalem

Setelah di era 70an gauk tidak dipergunakan, menurut keterangan dari petugas operator gauk, alat tersebut terbakar dikarenakan pada baling-baling pembunyi suara banyak sekali sarang burung dan ketika diputar terjadi perlambatan dan pergesekan keras antara baling dan sarang burung.

Tanggal 11 Juli 2013 sejumlah remaja masjid Nurul Islam, Patehan, Yogyakarta membunyikan gauk saat berbuka puasa. Benda bersejarah tersebut dibunyikan kembali setelah diperbaiki pada akhir tahun 2012. 

Menurut keterangan dari Takmir Masjid Nurul Islam, Aji Slamet Riadi, aktivitas membunyikan gauk disaat menjelang Maghrib di bulan Ramadhan tersebut inisiatif dari para remaja masjid Nurul Islam dengan hasil musyawarah dari 20 masjid di daerah patehan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline