[caption id="attachment_213940" align="alignnone" width="448" caption="Aan tak berkutit saat JPU menunjukkan rekaman CCTV"][/caption] Ada banyak catatan bagaimana cerita-cerita dibangun oleh Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, saat keduanya ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. Yang paling menghebohkan, dan disiarkan berulang-ulang oleh MetroTV dan TV-One, adalah wawancara Nazaruddin melalui skype dengan Iwan Piliang, yang selalu mengaku sebagai citizen jurnalistik. Wawancara itu menghebohkan. Nazaruddin bercerita bagaimana dia diburu oleh kelompok tertentu. Juga, dia mengaku berada di sebuah tempat yang tersembunyi dan aman. Malah, dia juga mengaku sempat ditembak saat di kapal dan meleset! Yang heboh lainnya, Nazaruddin mengakui menyimpan seluruh data tentang catatan keuangan dari proyek-proyek yang dituduhkan pada dirinya. Dia mengaku akan membongkar semua data itu. Selanjutnya, Nazaruddin tertangkap. Dia disidang dan divonis bersalah. Salah satu hal yang memberatkan adalah, dia terbukti tidak kooperatif dalam pemeriksaan. Dia buron! Juga istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Dua minggu ini, saksi-saksi dihadirkan dalam untuk persidangan dua Warga Negara Malaysia, Muhammad Hasan bin Khushi Muhammad dan R. Azmi bin Muhammad Yusof sebagai terdakwa yang diancam Pasal 21 UU Tipikor, dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung dan tidak langsung penyidik, penuntut, dan pemeriksaan terdakwa Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara Neneng Sri Wahyuni. Keduanya terancam 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Dua saksi dihadirkan dalam sidang minggu lalu. Yaitu, Khalimah dan Aan Ikhyaudin. Yang pertama, adalah pembantu rumah tangga Neneng Sri Wahyuni di rumahnya, Pejaten, Pasar Minggu. Yang kedua, Aan, adalah sopir Nazaruddin, yang juga pernah menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi Wisma Atlet. Aan adalah satu dari tiga sopir yang membuat kesaksian soal uang yang mengalir ke kongres Partai Demokrat. Aan juga yang menyebut bahwa uang itu untuk Anas Urbaningrum. Waktu itu, Aan bersama dua sopir Nazaruddin, diwawancarai Metro TV dan TV-One berkali-kali. Benarkah pengakuan Aan? Melihat persidangan pekan lalu, terungkap betapa rendah kualitas pengakuan Aan. Hakim Ketua, Pangeran Napitupulu, yang mendalami kisah pelarian dan masuknya Neneng ke Indonesia secara ilegal itu, berkali-kali mengingatkan Aan bahwa dia sudah disumpah dan bisa dipidana jika memberikan keterangan palsu. Aan terlihat tidak jujur. Kepada hakim, dia menyatakan hanya sekali bertemu dengan dua Warga Negara Malaysia yang membantu pelarian Neneng. Kepada Hakim, Aan juga mengaku tidak tahu menahu soal dua Warga Negara Malaysia tersebut. Aan tak bisa berkata-kata, saat Jaksa Penuntut Umum menunjukkan bukti rekaman CCTV hotel. Terlihat jelas bagaimana Aan mengantarkan dan membantu dua Warga Negara Malaysia itu di Hotel Lumere, Jakarta Pusat. Hal yang sama juga terjadi pada Khalimah. Dia mengaku tidak tahu menahu tentang pelarian Neneng Sri Wahyuni. Dia juga mengaku tidak kenal dengan dua WN Malaysia itu. Sama seperti Aan, ketika JPU menunjukkan rekaman CCTV hotel tempat Khalimah, Neneng dan dua WN Malaysia itu sarapan pagi di Batam, wanita dari Wonosobo itu tak bisa berkata-kata lagi. Walhasil, dari kesaksian dua orang tersebut, ditambah dengan kesaksian tiga orang yang hari ini, Selasa (11 Desember 2012), diketahui bagaimana proses pelarian dan kodisi saat Nazar dan Neneng menjadi buron. Nazaruddin, yang berhasil melarikan diri sebelum ditetapkan sebagai tersangka, diketahui tinggal di Singapore. Dia tinggal di apartemen dan ada beberapa orang yang secara bergelombang menemuinya. Khalimah sendiri datang ke Singapore bersama anak-anak Nazaruddin. Di situ, berkumpullah Nazaruddin, istri dan keluarganya. Mereka tinggal di apartemen. Yang mengejutkan, Khalimah sempat menyampaikan bahwa selain dirinya dan baby-sitter yang datang ke apartemen Nazaruddin di Singapore, ada juga pengacara. Sayang, majelis hakim dan JPU tidak mendalami soal ini. Padahal, jika ini diungkap, akan ketahuan siapa pengacara yang membantu Nazaruddin saat itu. Sebab, status keduanya (Nazaruddin dan Neneng), sudah jelas masuk dalam DPO Interpol. Sampai kemudian, Neneng dan anak-anaknya pindah ke Kuala Lumpur. Mereka tinggal di rumah polo atau Kondominium. Selama hampir satu tahun, mereka hidup di tempat itu tanpa ada masalah yang aneh-aneh. Ketika Nazaruddin sudah divonis dan menjadi terpidana, disusun rencana untuk membawa Neneng yang berstatus sebagai buron atas kasus dugaan korupsi PLTS tahun 2008, kembali ke Indonesia. Sebelumnya, anak-anak Neneng dipulangkan terlebih dahulu. Setelah itu, Neneng dan Khalimah, dibantu dua WN Malaysia dan dua WN Indonesia melakukan perjalanan masuk ke Indonesia melalui Batam. Khalimah masuk ke Batam dengan jalur resmi, karena dia memiliki paspor. Sementara, masuk melalui "jalur tikus" dengan kapal speedboat melalui Singkuang, dermaga kecil di daerah Batu-Merah, Malaysia. Dua saksi, yaitu Azis Thoyibin, WN Indonesia yang jadi agen tiket, malah mengakui mendapat 3000 ringgit Malaysia untuk bisa "memasukkan" Neneng yang menggunakan nama Nadya ke Batam. Dia dibantu oleh Sunardi, tetangganya yang sama-sama berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Azis Thoyibin juga mengakui bahwa dia lah yang menemani Nadya di speedboat untuk kemudian masuk ke Batam secara ilegal. Mereka sempat bermalam di sebuah hotel di Batam, dan kemudian melanjutkan ke Jakarta. Neneng sendiri, begitu sampai di Jakarta langsung membuang HP-nya. Dia sempat makan bakso dulu sebelum pulang ke rumah. Hingga kemudian, Neneng ditangkap di rumahnya sendiri, di Pejaten, Pasar Minggu Jakarta. Dari pengakuan Aan yang didalami oleh Hakim, terungkap bahwa salah satu yang ikut menelepon tentang dua WN Malaysia yang mengantar Neneng ke Jakarta, adalah Bertha Herawati. Siapa dia? Bertha adalah Notaris yang juga pengurus DPP Partai Demokrat. Sayang, dalam sidang kemarin dia tidak hadir sebagai saksi persidangan WN Malaysia yang didakwa menghalangi upaya pemberantasan korupsi. Begitu juga soal Aan, pada akhirnya dia mengakui bahwa selama Nazaruddin di tahanan, dia lah yang menjadi pengantar tamu-tamu yang menemui Nazaruddin. Keterangan Aan berubah-ubah. Terutama soal telepon-teleponan dengan Nazaruddin dan dimana dia bersama tamu menemui Nazaruddin. Tentu, persidangan-persidangan ini makin sepi dari liputan media. Ini sangat berbeda ketika Nazaruddin melancarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan terhadap Anas Urbaningrum. Media begitu menikmatinya. Anas Urbaningrum dihancurkan tanpa fakta yang bisa dipertanggungjawaban di muka hukum. Namun, kebenaran memiliki jalannya sendiri. Fakta persidangan makin menunjukkan, Nazaruddin dan omongannya: tak bisa dipercaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H