Menulis merupakan kewajiban kedua bagi para pembelajar, ibarat sebuah ember yang besar, pekerjaan membaca adalah pekerjaan mengisi ember, jika aktifitas para pembelajar berhenti pada membaca, maka air akan menggenang dan berpotensi melahirkan bibit penyakit, maka menulis adalah saluran yang akan menjadikan kegiatan membaca menjadi sehat karena menemukan alirannya.
Menulis juga memiliki makna sebagai pekerjaan keabadian, sebagaimana yang diajarkan para tokoh besar Dunia, tulisan mereka abadi hingga kini. Mulai dari para Nabi, hingga Hegel dan Karl Mark, tulisannya dibaca dan menjadi kiblat berpikir dan bertindak, bahkan menjadi ideologi yang selalu hidup meskipun mereka telah lama mati.
Menulis juga berarti menyimpan apa yang telah kita baca dalam sebuah tulisan, mengabadikannya, atau lebih jauh bisa mengirimnya ke media atau mempostingnya di blog-blog pribadi, atau blog seperti www.kompasiana.com, yang bisa diakses oleh siapa saja. Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dengan tulisan, kita bisa menyebarkan inspirasi, kebaikan dan kebenaran, menyebarkan ide dan pemikiran, menyampaikan kritik atau bahkan protes sosial.
Aku baru dua hari aktif di www.kompasiana.com, ada banyak tulisan dan jenisnya yang telah ku baca di sini, aku memiliki teman-teman yang memberikan support dan menyemangati. Ada yang mengajukan pertanyaan, "“apa kesan berikutnya?” Jawabanku, kesan berikutnya membuatku tak ingin berhenti menulis, tak ingin berhenti belajar, hingga aku seperti mereka warga kompasiana yang telah menghadirkan beribu tulisan, atau bahkan telah menerbitkan buku.
Aku tak peduli tulisanku dibaca atau tidak dibaca, tapi ini adalah jejak yang sengaja aku tinggalkan, meski aku tidak tahu kapan akan dibaca oleh anak-anak didikku di SDN 2 Sidoharjo, namun aku yakin dengan tulisan ini, aku telah mencoba merancang dan merumuskan bentuk peradaban dan masa depan impian atau kehidupan idealku, aku bermimpi suatu saat anak-anak didikku juga melek teknologi, melek internet dan akhirnya mereka akan menemukan tulisan ini.
Kekuatan Menulis
Aku memang baru dua hari bergabung di kompasiana.com, namun kekuatan dari bergabung dan menuliskan hal-hal sederhana aku telah memiliki beberapa teman baru, tulisanku meskipun tak seberapa bagus telah dibaca orang, dan ini menjadi daya tonjok psikologis luar biasa bagiku untuk terus menulis, bahwa menulis memiliki peran yang sangat urgen. Menulis memiliki kekuatan memaksa untuk membuatku bisa dan terbiasa menulis.
Aku membayangkan bagaimana dahsyatnya kekuatan sebuah tulisan. Bagaimana agama disampaikan lewat tulisan dan mengabadi hingga ribuan tahunan, bagaimana sahabat-sahabat ku di kompasiana memproduksi tulisan hampir setiap hari, dan implikasi besar terhadap diriku sendiri, bagaimana tulisan-tulisanku juga dibaca, menginspirasi dan selalu ada di halaman depan, sehingga aku memeras segenap kemampuan untuk menulis yang terbaik dan membuat judul yang menarik.
Aku tak lagi berpikir apakah tulisan ini akan dinilai dan masuk nomonasi juara oleh Yayasan Tanoto atau hanya akan sekedar menjadi koleksi dari catatan-catatan perjalananku selama di Kompasiana. Menurutku hari ini yang menjadi tugas dan kewajibanku adalah melawan keterbatasan, melawan ketidakmampuan, melawan rasa malas, untuk terus memulai menulis dan menulis. Menulis adalah perlawanan kami, aku sebagai guru dan murid-muridku dari terbatasnya bahan bacaan di sekolah, melawan kegelapan malam yang mengurangi volume waktu kami untuk membaca, melawan bahwa menulis bukan hanya pekerjaan orang kota.
Menulis dan menulis adalah satu-satunya cara untuk bisa menulis, maka terimakasih kepada www.tanotofoundation.com sebagai jalan awal yang membuatku tertarik untuk menulis, jalan awal yang memberiku semangat menuliskan kisah Jalur Terjal dan Berbatu Sebagai Jalan Penaku, www.tanotofoundation.com adalah semangat awal untuk mengenalkan sekolah tempatku mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H