Lihat ke Halaman Asli

Dwi Lestari Wiyono

Pekerja di industri Food and Beverage yang menyukai dunia kepenulisan

Seorangan, Panglima

Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Dwi Lestari Wiyono 

Oleh : Dwi Lestari Wiyono
 
Tidak ada salahnya bila aku mengikutimu
Tidak ada bedanya bila aku berjuang bersamamu
Langit
Udara
Hempaskan ia jangan beri ia ampun
Langit
Udara
Hempaskan ia seperti kau menghempaskan musuh musuhku tempo lalu
Langit
Udara
Bersiap
Siagalah!
 
Elang perak menukik membaui reinkarnasi abad silam
Itu bukan dirinya
Berhenti menyerang
Kita salah sasaran
Naga ingatan menjelma
Naga putih bersatu bersenandung memanggil hujan
Ini aku pengendali bumi
Ini aku pengendali semesta
Bila ku bersedih beri aku hujan
Bila ku dalam ancaman marabahaya beri aku kilatan menyambar agar mereka gentar padaku
Oh bumi juga semesta mengapa rindu ini seolah tak bertuan
Oh bumi juga semesta mengapa aku harus terkungkung terjebak dalam bungkus raga dunia
Tak bisakah aku menjadi diriku seutuhnya
Diriku yang dulu
Diriku yang kau puja sebagai seorang Panglima
Aku Nibiru Panglima perangmu
Memberimu tanda dari gerbang terakhir
Bumi
Semesta.
 
Kuda putih dan aroma pengkhianatan
Panglima
Panglima
Kita harus ubah strategi
Kita harus lari
Lari panglima
Lari
Siaga satu
Bahaya.
 
Nyanyikan aku sebuah lagu
Kidungkan aku sebuah irama
Lapor Panglima pengkhianat telah tertangkap
Mereka telah aku giring ke planet kelam
Panglima
Panglima.
 
Hujan
Air pun matahari
Mengapa tak bisa bersatu
Hujan
Air pun bumi
Mengapa selalu menyisakan kepedihan
Hujan
Air pun semesta
Pantaskah aku bertemu dengannya
Hujan
Air pun tahu
Bahwa aku sejatinya adalah seorang Panglima bergelar kasatria
Hujan
Planet merah menanti.
 
(2018/2024)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline